Polemik Kasus Sisminbakum Berkepanjangan, Posisi Jaksa Agung Bermasalah

Buntut Penolakan Yusril Diperiksa

Kasus dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dengan tersangka mantan Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra menimbulkan polemik berkepanjangan. Posisi Hendarman Supandji sebagai jaksa agung dinilai sejumlah pihak memang bermasalah.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. mengakui, jabatan jaksa agung yang diemban Hendarman bermasalah seperti yang diungkapkan Yusril. ''Memang ada problem hukum dalam jabatan itu,'' kata Mahfud saat ditemui di kantornya kemarin (2/7).

Kamis lalu (1/7) Yusril menolak diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung karena menganggap jabatan jaksa agung yang diemban Hendarman ilegal. Dia berargumen, Hendarman seharusnya ikut diberhentikan secara hormat seiring dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 20 Oktober 2009. Namun, Hendarman tetap berada dalam jabatannya hingga sekarang tanpa pernah dilantik lagi.

Mahfud menjelaskan, berdasar UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, jabatan Hendarman sebagai jaksa karir seharusnya sudah berakhir karena pensiun. Hendarman yang kelahiran Klaten, 6 Januari 1947, saat ini berusia 63 tahun. Berdasar UU Kejaksaan, seorang jaksa memasuki masa fungsional pada usia 60 tahun dan pensiun pada usia 62 tahun.

Namun, jika mengacu pada UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara, jaksa agung adalah pejabat setingkat menteri yang sama dengan Kapolri dan Panglima TNI. Dengan demikian, tidak dikenal masa pensiun. Nah, permasalahannya, jika Hendarman diangkat sebagai pejabat setingkat menteri, seharusnya ada SK pengangkatan bersama anggota kabinet yang lain. ''Kalau dia (Hendarman, Red) kan nggak pernah (SK pengangkatan),'' kata pria asal Madura tersebut.

Menurut Mahfud, dalam pelantikan kabinet pada 20 Oktober 2009, Hendarman seharusnya diangkat dalam jabatan politik setingkat menteri. Tapi, pada pengangkatannya yang lalu, lanjut Mahfud, Hendarman hanya diangkat sebagai jaksa karir.

Meski demikian, hal itu hanya merupakan permasalahan administrasi hukum. Pemerintah, kata Mahfud, selama ini memang tidak memiliki administrasi hukum yang rapi. ''Saya dulu pernah mengkritik Menteri Andi Mattalatta (mantan Menkum HAM) tentang hal ini," terang Mahfud. Sebab, sejak lama banyak contoh yang menggambarkan bahwa administrasi hukum Indonesia sangat buruk. ''Masak dulu ada pejabat yang baru dipenjara, tetap bisa ngantor lagi. Malah waktu dipenjara dapat gaji lagi. Kan nggak boleh itu," imbuh Menhan era Presiden Gus Dur itu.

Khusus untuk kasus Yusril, Mahfud mengatakan, sebenarnya tidak terjadi masalah. Sebab, yang menandatangani surat penetapan tersangka selama ini adalah JAM Pidsus, bukan jaksa agung. Jadi, selama jabatan JAM Pidsus tersebut sah, prosedur hukumnya sudah sah. ''Tapi, dalam kasus ini Yusril berhak mempermasalahkan (prosedur penanganan kasusnya dan jabatan jaksa agung, Red)," tegas Mahfud. Dia menyarankan, pemerintah secepatnya membenahi administrasi hukum yang dinilai banyak kelemahannya.

Anggota Komisi Hukum DPR Gayus Lumbuun sependapat dengan pernyataan Yusril. Jabatan Hendarman sebagai jaksa agung hingga saat ini memang tepat dipertanyakan. "Pernyataan Pak Yusril tepat. Menurut UU Kejaksaan, jaksa agung itu pembantu presiden, ikut berakhir ketika kabinet berakhir. Berbeda dengan Kapolri," kata Gayus di gedung DPR, Senayan.

Meski demikian, dia berbeda pandangan dengan Yusril menyangkut keabsahan jaksa agung. Menurut dia, tidak adanya keppres baru tidak serta membuat jabatan itu tidak sah. "Sebagai pembantu presiden tidak ada pernyataan presiden yang menyatakan tidak sah. Jadi, bukan tidak sah, tapi kekurangan syarat administratif. Sah atau tidaknya bergantung pada presiden," papar guru besar hukum administrasi negara tersebut.

Karena itu, lanjut Gayus, tidak ada implikasi hukum dengan belum keluarnya keppres tersebut. Termasuk, tidak ada implikasi terhadap segala keputusan yang telah dibuat. "Tidak memengaruhi kedudukan keputusan semasa jabatannya," tegas politikus PDIP itu.

Dia berpandangan, surat keputusan (SK) pengangkatan hanya merupakan bukti formal. Secara material, presiden masih memakai Hendarman sebagai jaksa agung hingga saat ini. ''Artinya, presiden masih mengakui yang bersangkutan," tambah Gayus.

Di tempat terpisah, Yusril tetap bersikukuh bahwa Jaksa Agung Hendarman berikut kebijakan-kebijakannya adalah tidak sah. "Kalau jaksa agungnya tidak sah, seluruh turunan dan produk hukumnya batal," katanya.

Menurut dia, jaksa agung yang tetap dijabat Hendarman tanpa adanya keppres baru merupakan sebuah kelalaian. Apalagi, Kabinet Indonesia Bersatu sudah dibubarkan karena berakhirnya masa jabatan presiden.

Sementara itu, pihak Kejagung tidak risau dengan polemik yang mempersoalkan posisi Jaksa Agung Hendarman Supandji. Alasannya, hingga kini belum ada SK tentang pemberhentiannya. "Itu kan pandangan, ya silakan saja. Selama itu belum pemberhentian dari presiden dan belum ada penghentian, ya sah-sah saja," kata Wakil Jaksa Agung Darmono seusai salat Jumat di Kejagung kemarin (2/7).

Bukankah masa jabatannya ikut berakhir dengan kabinet? "Tidak ada penyebutan seperti itu. Jadi, tidak bisa ditafsirkan," jawab mantan Kajati DKI itu.

Darmono menegaskan, proses penyidikan kasus korupsi Sisminbakum dengan tersangka Yusril dan pengusaha Hartono Tanoesoedibjo tetap berjalan. Penyidik tengah menjadwal ulang pemeriksaan untuk keduanya. "Pasti dilakukan pemanggilan ulang," katanya. Terkait dengan laporan Yusril ke Mabes Polri, Darmono mengungkapkan hal itu merupakan hak Yusril. Pihak kejaksaan akan menyikapinya sesuai dengan ketentuan yang ada.

Sementara itu, posisi Hartono Tanoe yang kabur ke Taiwan, Darmono menegaskan akan mengejarnya jika memang adik Hary Tanoe itu tak kunjung kembali. Dia membantah terlambat melakukan pencekalan yang berselisih sehari dengan terbitnya surat perintah penyidik (sprint dik). "Itu kebetulan saja," kilahnya. (kuh/fal/dyn/ken/agm)
Sumber: Jawa Pos, 3 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan