PLN Rugi Rp120 Juta per Hari
Pemadaman listrik bergilir di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), yang terjadi akibat tersendatnya pasokan bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengalami kerugian sebesar Rp120 juta per hari.
Manajer PT PLN Pontianak Adang Sudrajat, kemarin, mengatakan, kerugian itu terjadi karena hilangnya peluang pendapatan. Dengan rata-rata pemadaman berkekuatan 20 megawatt per hari selama 10 jam, ujarnya, kerugian yang diderita adalah 200 megawatt hour (mwh) atau 200.000 kilowatt hour (kwh) X Rp600 per kwh = Rp120 juta per hari.
Pemadaman listrik secara bergilir di Pontianak terjadi akibat pasokan solar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Sungai Raya tersendat setelah terjadi kelangkaan BBM. Pemadaman akan terus berlangsung sampai pasokan solar dari PT Pertamina betul-betul aman.
Sedangkan di Kalimantan Selatan, pemadaman bergilir tetap akan dilakukan hingga akhir 2005 kendati pasokan solar dari PT Pertamina untuk PLTD Barito beberapa hari terakhir mulai normal, yaitu melebihi kebutuhan minimum sebesar 300 kiloliter per hari.
Menurut Manajer Niaga PT PLN wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel)-Kalimantan Tengah (Kalteng) Arifin, kemarin, pemadaman tetap dilakukan karena perbaikan dua unit mesin pembangkit di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asam-Asam belum selesai.
Namun, ujarnya, pemadaman bergilir itu tidak lagi 16 jam per hari, tetapi hanya enam jam dan berlangsung tiga hari sekali. Selain karena PLTU masih diperbaiki, pemadaman dilakukan untuk menambah cadangan BBM PLTD Barito.
Perbaikan PLTU Asam-Asam untuk tahap pertama diperkirakan selesai pada pertengahan Agustus, disusul perbaikan tahap dua pada September hingga November mendatang. Karena itu, ujar Arifin, pemadaman bergilir akan dilakukan hingga akhir tahun.
SPBU dilempari
Kelangkaan BBM hingga kemarin juga masih terus terjadi di sejumlah daerah, antara lain di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Lampung. Di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, puluhan calon pembeli BBM melempari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Waioti dengan batu karena kecewa setelah antre berjam-jam, ternyata mereka tidak kebagian bahan bakar.
Insiden pelemparan itu disampaikan Wakil Gubernur NTT Frans Lebu Raya pada rapat koordinasi lembaga-lembaga permodalan dalam rangka pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) NTT di Kupang, kemarin.
''SPBU di Maumere dilempari batu oleh pembeli, tetapi sudah berhasil diredam aparat kepolisian. Saya minta masyarakat tidak bertindak anarkis karena krisis BBM adalah masalah nasional,'' kata Frans.
Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, masyarakat mengeluhkan tingginya harga premium. Padahal, pasokan BBM di wilayah tersebut berangsur-angsur normal.
Salah seorang warga Lampung Timur, Adi, mengatakan harga premium di tingkat pengecer kini mencapai Rp3.500 per liter, padahal sebelumnya paling mahal hanya Rp2.750. Ia lalu pergi ke Labuhanmaringgai, namun ternyata di daerah ini harganya jauh lebih mahal, berkisar Rp4.000 hingga Rp5.000 per liter.
Sementara itu, kelangkaan minyak tanah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, dua minggu terakhir akibat terjadi penyelewengan distribusi dari sejumlah agen. Anggota Komisi B DPRD Nganjuk Bashori mengatakan, para agen menjual minyak tanah ke industri kecil sebagai bahan oplosan solar untuk bahan bakar industri mereka.
Dari Makassar dilaporkan, selama dua hari terakhir kantor pemasaran PT Pertamina Unit VII Makassar, Sulawesi Selatan, dijaga ketat aparat kepolisian karena terus didatangi sejumlah mahasiswa. Kemarin, Gerakan Mahasiswa Pembebasan Islam bergabung dengan anggota mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) mendatangi kantor tersebut untuk menuntut kembali penyelesaian kasus kelangkaan BBM di kota itu sejak tiga minggu lalu. (KB/DY/PO/IH/ES/LN/N-1)
Sumber: Media Indonesia, 15 Juli 2005