Pita Hitam untuk Matinya Keadilan

Dwi Deni (25), Senin (2/11) siang itu, sengaja meminta izin dari kantornya, konsultan swasta untuk Departemen Pekerjaan Umum. Izinnya, ”Ada keperluan pribadi.” Namun, sebenarnya ia melakukan sesuatu yang disebutnya, ”Demi kepentingan bangsa.”

Siang itu, matahari terik membakar. Dwi berbaur dengan massa Cintai Indonesia Cintai KPK (Cicak) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Pita hitam melingkar di lengan kirinya. ”Masyarakat maunya sederhana, yang benar didukung dan yang korup diberantas,” kata Dwi.

Rakyat, papar Dwi, lelah dengan janji-janji. Janji Presiden untuk memberantas korupsi, tetapi terlihat berpihak kepada polisi yang justru ingin melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Semangat yang sama juga menggerakkan Anwar Umar (80) untuk mengikuti aksi itu. Sama seperti Dwi, pita hitam erat melingkar di lengan kirinya. Pita hitam yang menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan korupsi.

Dengan langkah berat dan lelah, serta suara yang bergetar, Anwar masih bersemangat. ”Presiden berganti, pemerintahan berganti, tetapi mengapa rakyat tetap miskin? Ini karena korupsi tetap merajalela,” katanya.

Suasana siang itu mengingatkan Anwar pada 11 tahun silam menjelang era reformasi. ”Saya tak rela reformasi hanya melahirkan penguasa yang tak mau berpihak kepada rakyat,” katanya.

Siang itu Bundaran Hotel Indonesia (HI) ramai oleh massa berpita hitam. Tak hanya di HI, di beberapa kantor, karyawan juga memakai pita hitam atau baju hitam. ”Ini bukan karena ikut-ikutan, tetapi kami secara sadar mendukung gerakan melawan korupsi,” kata Susi Afianti (26), karyawati salah satu bank swasta di kawasan Sudirman.

Selain di Jakarta, gerakan pita hitam, yang merupakan episode lanjut dari pertarungan ”cicak melawan buaya (istilah yang dipakai seorang petinggi Polri untuk instansinya)”, mulai menyebar di beberapa daerah. Pada hari yang sama, unjuk rasa terjadi di beberapa daerah. Unjuk rasa itu dipicu penahanan Wakil Ketua (nonaktif) KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Di dunia maya, dukungan kian menggelembung. Hingga pukul 21.00, hampir setengah juta facebookers menyatakan dukungan terhadap Bibit dan Chandra. Dari mana munculnya gerakan ini sesungguhnya?

Kekuatan rakyat
Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan, gerakan ini berasal dari kesadaran terdalam rakyat yang muak dengan korupsi dan retorika penguasa. ”Walau tanpa dukungan dari partai oposisi, gerakan ini bisa menjadi kekuatan rakyat,” ujarnya.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengimbau agar pemerintah tak meremehkan kekuatan rakyat. ”Dukungan rakyat bila tidak mampu dibendung Presiden berpotensi berubah menjadi kekuatan rakyat atau people’s power,” katanya.

Tahun 1986, kata Hikmahanto, kekuatan rakyat di Filipina mampu melengserkan Ferdinand Marcos dari kekuasaannya. Demikian pula di Indonesia tahun 1998 kekuatan rakyat bisa melengserkan Soeharto. ”Dari berbagai pengalaman, kekuatan rakyat tidak mungkin dihadapi dengan kekuasaan,” ujarnya.

Dalam konteks kisruh KPK dan Polri, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 30 Oktober lalu ternyata tidak mampu menyurutkan dukungan masyarakat terhadap Bibit dan Chandra.

Bibit dan Chandra, kata Hikmahanto, telah dijadikan simbol oleh rakyat. ”Semakin lama mereka ditahan, semakin kuat dukungan. Dukungan pun semakin lama semakin berpotensi untuk berubah menjadi kekuatan rakyat,” ujarnya.

Namun, pada akhirnya, menurut Hikmahanto, Presiden mulai mendengar suara kritis dengan membentuk Tim Independen Verifikasi Proses Hukum terhadap Bibit dan Chandra. Hikmahanto menjadi salah satu anggotanya. ”Jangan terlalu banyak berharap, tetapi kita akan bekerja keras dalam dua minggu ini,” katanya.

Apakah ini akan meredam gerakan rakyat yang sudah kadung kecewa berat?

Bagai candu
Illian Deta Arta Sari dari Komunitas Cicak mengatakan, gerakan pita hitam bukan hanya simbol melawan ketidakadilan dalam proses hukum Bibit dan Chandra. ”Tetapi, seharusnya menjadi tonggak untuk membenahi proses penegakan hukum. Lebih penting lagi, gerakan ini untuk melawan korupsi. Selama tim independen belum menyentuh masalah ini, kami akan terus bergerak,” katanya.

Malam itu, setelah lelah berpanas di HI, Irma Hidayana, anggota Komunitas Cicak, sibuk di studio rekaman. ”Sejumlah artis yang mendukung KPK tengah membuat ringtone untuk telepon genggam. Mereka adalah Fariz RM, Once, Jimo ’KJP’, dan Cholil ’ERK’. Besok ringtone ini mulai beredar di seluruh Indonesia. Gratis,” katanya.

Simaklah liriknya, KPK di dadaku KPK kebanggaanku, kuyakin kebenaran pasti menang. Kobarkan semangatmu, tunjukkan kebersihanmu, kuyakin kebenaran pasti menang....[Oleh Ahmad Arif]

Sumber: Kompas, 3 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan