Pimpinan DPRD Depok Bantah Korupsi [13/08/04]
Pimpinan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Depok menolak dituduh telah melakukan korupsi dalam penetapan anggaran DPRD, seperti dituduhkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Tuduhan atas penetapan anggaran yang melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 tahun 2000 dinilai tidak relevan. Wakil Ketua DPRD Depok, Hasbullah Rahmat, yang dikonfirmasi hari ini (12/8) justru menilai peraturan tersebut sudah tidak sesuai dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Dalam ketentuan PP Nomor 110/2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD ditetapkan anggaran DPRD nilainya ditetapkan sebesar 1 persen dari nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari daerah bersangkutan.
Namun, menurut Hasbullah, ketentuan itu sulit diterapkan. Bila diterapkan, DPRD bisa tutup dalam waktu empat bulan karena tidak bisa bekerja, katanya. Ia juga mengatakan kalau masalah tersebut dianggap sebagai korupsi maka hampir seluruh DPRD se-Indonesia bermasalah, sebab DPRD, terutama daerah yang miskin PAD, tidak bisa bekerja dengan anggaran sebesar itu.
Hasbullah menggambarkan, untuk Depok Pendapatan Asli Daerahnya saat ini hanya Rp 41 miliar, sehingga kalau berdasarkan ketentuan PP Nomor 110/2000 maka anggaran yang disediakan untuk DPRD hanya sebesar Rp 411 juta. Biaya tersebut dinilai Hasbulah tidak akan cukup untuk mendukung kinerja Dewan, sebab untuk biaya pembuatan satu Peraturan Daerah (Perda) diperlukan dana sekitar Rp 90 juta hingga 100 juta.
Dana tersebut termasuk untuk penyusunan, penelitian dan studi bandung. Sehingga kalau anggaran dewan hanya Rp 400 juta dalam satu tahun hanya bisa melahirkan 4 Perda.
Padahal, menurut dia, Kota Depok adalah daerah yang baru berdiri dan memerlukan banyak perangkat hukum untuk payung kegiatan pemerintahan. Kalau tidak ada Perda, dinas-dinas itu tidak bisa bekerja, katanya.
PP Nomor 110/2000 juga dinilai Hasbullah bertentangan dengan perundangan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang 22 tentang Otonomi Daerah, sebab dalam UU Otonomi Daerah itu kedudukan keuangan daerah ditetapkan berdasarkan anggaran kinerja. Artinya semakin banyak kinerja yang dihasilkan maka akan semakin besar nilai anggaranya.
Ia juga membenarkan bahwa isu tetang korupsi itu dilemparkan oleh sejumlah LSM. Mereka menilai pihak Dewan telah menyelewengkan anggaran dengan melanggar ketentuan tentang peraturan pemerintah tersebut.
Sementara itu Ketua Forum Bersama yang merupakan gabungan dari sembilan LSM di Depok, Roy Prigina, mengungkapkan tuduhan korupsi yang dilakukan anggota DPRD Kota Depok itu berkaitan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, di mana setelah melakukan pemeriksaan terhadap APBD, baik untuk kegiatan eksekutif maupun DPRD, Badan ini menemukan ada sembilan mata anggaran yang dinilai ada kejanggalan, karena tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Menurut Roy nilai dari sembilan mata anggaran yang dinilai tidak taat ketentuan itu mencapai Rp 33,7 miliar, termasuk untuk anggaran DPRD. Anggaran yang dinilai melanggar ketaatan itu antara lain anggaran untuk bantuan dana kontijensi sebesar Rp 5,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut dinilai melanggar ketentuan Kepres No. 39 tahun 2001 tentang penggunaan dana kontijensi.
Juga pengeluaran tentang belanja rutin dan belanja pembangunan senilai Rp 10,4 miliar belum dipertangungjawabkan, terdiri dari 11 pos bagian dalam belanja rutin senilai Rp 6,2 miliar dan 41 proyek belanja pembangunan senilai Rp 4,1 miliar. Demikian juga dengan temuan adanya pencairan SPMU (Surat Perintah Membayar Uang) tahun anggaran 2001 yang dinilai telah melewati tahun anggaran, sebesar Rp 4,2 miliar. Serta pembayaran tunjangan kesehatan sebesar Rp 358 juta dan pengeluaran anggaran Sekretaris Dewan sebesar Rp 1,5 miliar untuk keperluan DPRD tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Atas dugaan korupsi tersebut, menurut Roy, pihaknya telah melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi dengan tembusan ke Polda Metro Jaya. Hingga saat ini, menurut Roy, kasusnya telah dilimpahkan ke penyidik di Polda Metro Jaya. Terakhir yang saya pantau, mereka sedang menunggu izin untuk pemeriksaan anggota DPRD tersebut, katanya.
Ramidi - Tempo News Room
Sumber: Tempo Interaktif, Kamis, 12 Agustus 2004 | 18:43 WIB