Pilkadasung Berarti Reinventing Government

Reinventing government (Rego), terjemahan bebasnya berarti penataan ulang manajemen organisasi publik atau pemerintah. Istilah lainnya adalah reengineering dan reframing. Referensi utama mengenai ini adalah tulisan David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector (1993). Satu lagi tulisannya yang lebih provokatif yaitu Banishing Bureuacracy: The Five Strategies for Reinventing Government (1997).

Penataan ulang manajemen pemerintah semakin serius didiskusikan untuk mendapatkan satu pemahaman bersama tentang bagaimana caranya organisasi publik mampu bekerja lebih progresif sebagaimana ditunjukkan organisasi bisnis atau privat namun tetap berada dalam koridor manajemen yang sehat dan bersih (clean and good governance). Sebaliknya, bagaimana agar organisasi publik bisa bekerja lebih sehat dan bersih namun tetap bisa bekerja progresif.

Diskusi itupun seringkali terperangkap ke dalam perdebatan yang rumit. Para pakar manajemen menuding bahwa birokrasi pemerintah menjadi penentu apakah suatu negara akan dapat maju atau tetap bertahan di tempat atau malah mundur. Sejak krisis ekonomi menghantam negara-negara sedang berkembang pada tahun 1997, tuding-menuding semakin hangat.

Penyebab Krisis Ekonomi
Namun, anehnya sampai hari ini, setidaknya menurut Riant Nugroho (2001), yang ditunjuk sebagai biang keladi krisis adalah para pelaku ekonomi-khususnya swasta. Secara lebih umum, mereka yang dituduh sebagai biang kerok ambruknya perekonomian nasional dan bermuara pada ambruknya kekuatan dan daya tahan negara bangsa Indonesia. Alasan yang paling mudah dilontarkan adalah, pertama, mereka melakukan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme dengan kekuasaan.

Kedua, melakukan praktek bisnis yang curang seperti mark up, manipulasi kredit ekspor, menggelapkan pajak, dan sejenisnya. Ketiga, mereka melakukan pinjaman luar negeri dalam waktu singkat (sekitar 5 tahun sejak Pakto 1988 menderegulasi perbankan, dan sejak itu bank swasta bermunculan, dan sekitar tahun 1992 mereka melakukan pinjaman offshore besar-besaran) yakni US$ 70 miliar.

Padahal pemerintah saja memerlukan waktu sampai 32 tahun untuk memiliki pinjaman sebesar US$ 60 miliar (catatan sampai tahun 1996/1997). Keempat, mereka tidak memanajemeni bisnisnya dengan baik, seperti pinjaman jangka pendek dipergunakan untuk investasi jangka panjang, investasi di sektor-sektor yang tidak produktif seperti membangun lapangan golf, dan pertumbuhan yang lebih dari 50 persen ditopang oleh utang.

Begitu hebatnya tuduhan ini, termasuk media massa yang dengan luar biasa mengekspos kebutuhan dana untuk rekapitalisasi kredit macet perbankan yang mencapai lebih dari Rp 600 miliar (empat kali APBN 1999/2000), sehingga publik menjadi silap bahwa kesalahan yang utama tidak terletak kepada lembaga organisasi bisnis. Memang, mereka melakukan kesalahan, tetapi asal kesalahannya justru tidak di sana, melainkan pada organisasi publik.

Sebagaimana dikatakan Peter F Drucker bahwa di negara-negara berkembang organisasi publiklah yang menentukan merah-hijaunya kehidupan negara-bangsa. Itulah mengapa yang paling penting untuk dibenahi adalah organisasi publik suatu negara. Selain itu tingkat kemajuan manajemen dari suatu organisasi tersebut akan menjadi ukuran apakah suatu negara dikelompokkan ke dalam negara sedang berkembang atau kelompok maju.

Ukuran pengelompokan yang paling pas pun sebenarnya dapat dilihat sejauhmana suatu negara memiliki kemajuan di dalam mengelola atau memenej organisasi publiknya, organisasi bisnis atau privatnya serta organisasi nirlabanya. Sehingga dari sudut pandang manajemen setiap negara sebenarnya lebih tepat dikelompokkan menjadi under-managed country bukan underdeveloped country serta well managed country bukan developed country.

Kultur Manajemen
Penataan ulang (reinventing) manajemen yang dimaksud disini oleh karena itu adalah organisasi publik yang terdiri atas organisasi pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif) dan organisasi hukum (yudikatif). Secara singkat organisasi publik seringkali disebut pemerintah. Michael Porter sejalan dengan Peter F.Drucker menyebutkan bahwa sumber utama yang membatasi dan membuka sebuah peluang adalah kebijakan pemerintah.

Keluaran (ouput) dari organisasi publiklah yang akan menentukan apakah tatanan sebuah masyarakat suatu negara bangsa dapat berkembang maju atau tidak. Kemerosotan negara dan bangsa Indonesia harus secara jujur diakui bermula dari rendahnya kinerja organisasi publiknya, yang keluarannya menyebabkan rendahnya kinerja organisasi bisnis dan nirlaba.

Sumber utama daripada kelemahan organisasi publik terletak pada manusianya. Selain karena tidak adanya ruh manajemen yang membentuk kultur manajemen organisasi publik. Pendekatan yang digunakan lebih kepada pengadministrasian daripada manajemen. Padahal administrasi lebih menekankan kepada pencatatan atau ketercatatan. Sebaliknya manajemen mengharuskan adanya unsur mengelola dengan mengkreasikan nilai.

Melalui reinventing dan pembentukan kultur baru pada organisasi publik, hal itu sebenarnya bisa dilakukan sekaligus. Pada organisasi bisnis, yang dimaksud dengan nilai adalah laba. Pada organisasi publik, nilai itu bisa berarti pelayanan yang lebih baik dan terus lebih baik, dalam manajemen organisasi publik di Jepang disebut kaizen, yang menjadi kunci sukses Jepang dalam persaingan global.

Itulah sebabnya kemudian Milton J. Esman mencoba mempelajari letak daripada istilah manajemen dan administrasi. Manajemen haruslah diletakkan di atas administrasi. Dan reorientasi serta reinventing organisasi haruslah kearah itu dimana administrasi adalah salah satu bagian daripada manajemen. Artinya juga bahwa administrasi adalah sebuah kegiatan instrumental yang rutin daripada manajemen, bukan sebaliknya sebagaimana banyak diajarkan di kelas-kelas magister administrasi publik.

Reorientasi yang akan menata letak kembali antara administrasi publik sehingga sesungguhnya yang dimaksud adalah manajemen publik terasa semakin mendesak. Paradigmanya sudah berubah. Berkat keberhasilan penerapan dan pembudayaan manajemen yang telah mampu mengatur organisasi korporasi secara lebih efektif dan efisien. Tidak seperti dulu yang menganggap hanya bisa mengurusi organisasi kecil seperti mengelola pedati sebagaimana asal kata daripada manajemen yaitu manageri atau kusir pedati.

Organisasi korporasi bisnis yang besar tersebut pada tingkat tertentu lebih besar daripada sebuah negeri. Hal tersebut antara lain disebabkan kemampuan manajer yang membudayakan praktek manajemen dengan nilai-nilai riil yang ada di masyarakat yaitu pasar. Organisasi publik atau pemerintah pun haruslah melihat dan menempatkan publik sebagai pasar.

Oleh karena itu manajemen organisasi publik pun harus berubah dan membudayakan nilai-nilai baru yang memandang pasar sebagai pihak yang dilayani (kepamongan) dan tidak lagi yang disuruh (pangreh), sebagaimana dikatakan Anthony Jay. Dalam hal ini harus diakui, praktek manajemenlah yang memiliki unsur pelayanan kepada pasar, sehingga mau tidak mau, organisasi publik haruslah bersedia belajar kepada organisasi bisnis. Pada gilirannya kultur dan paradigma administrasi akan bergeser kepada kultur dan paradigma manajemen.

Kultur organisasi publik yang lebih mengutamakan ketercatatan dan pencatatan kegiatan ketimbang keluaran telah menyebabkan para pejabat publik lebih berorientasi kepada lembar-lembar kertas kerja dan laporan yang lengkap atau bahkan sempurna secara administratif namun sangat lemah atau bahkan tidak punya keluaran yang produktif. Berbeda dengan organisasi bisnis yang lebih mengutamakan keluaran yang produktif ketimbang kelengkapan administrasi yang seringkali dianggap memperlambat produktivitas kerja manajemen bisnis.

Kultur organisasi publik seperti itulah yang mendorong perlunya reinventing bahkan pembudayaan manajemen terhadap kerja administrasi publik sehingga lebih berorientasi keluaran yang produktif. Bekerja lebih efektif dan efisien dalam bingkai clean and good governance. Seiring dengan itu tentu pula harus dikenakan prinsip-prinisp merit system dalam manajemen sumber daya manusianya.

Pilkadasung Artinya Rego
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (Pilkadasung) dapat dipandang sebagai kesempatan emas dalam menata ulang manajemen pemerintahan atau organisasi publik yang ada. Reinventing government (Rego) dalam bentuknya yang riil langsung pada pusat kekuasaan dirasakan sebagai sesuatu yang lebih efektif. Para kepala daerah merupakan lembaga yang mempunyai kemampuan melakukan perubahan yang nyata. Meskipun kita yakini perubahan bisa datang dari mana saja, namun apabila perubahan datang dari penguasa niscaya itu akan lebih mudah dan lebih murah, baik murah biaya materilnya maupun biaya sosialnya.

Caranya ialah dengan memilih dan menempatkan pejabat publik yang tidak hanya memahami tentang perlunya reinventing manajemen organisasi publik atau pemerintah melainkan juga yang mampu dan mau melakukannya. Sayangnya kita masih menyaksikan sebaliknya, lebih sedikit yang paham tentang perlunya reinventing government dan ironis, lebih sedikit lagi yang mau dan mampu melakukan penataan ulang terhadap manajemen pemerintahan itu. Yang sudah ada kini sudah cukup memberikan kenikmatan, untuk apa diubah?

Organisasi publik atau organisasi pemerintahan daerah terdiri atas dua bagian. Bagian pertama ialah pejabat publik yang dipilih dan ditetapkan secara politis melalui satu proses, yang kini, melalui Pilkadasung. Pejabat publik ini di daerah adalah gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. Kini saat yang tepat untuk memilih para pejabat publik yang benar-benar paham, mau dan mampu melakukan reinventing government itu. Mereka sebaiknya terdiri atas kombinasi pengusaha/akademisi, pengusaha/politisi , politisi/akademisi, pengusaha/pengusaha, politisi/politisi atau militer/pengusaha.

Bagian kedua ialah pejabat karir Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pejabat PNS karir ini terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda), para asisten, paling sedikit 14 Kepala Dinas Teknis. Sekian banyak para kepala badan dan perangkat lain yang semuanya pejabat eselon dua yang memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar dalam pelaksanaan manajemen pemerintahan. Mereka menjalani karir bertahun-tahun secara teratur dan berjenjang. Dan pada titik tertentu mereka sudah mempunyai kultur birokrat tersendiri sebagaimana yang kita saksikan selama ini.

Menurut saya, bila kita ingin melakukan reinventing government dengan memanfaatkan proses Pilkadasung yang mulai bergulir, inilah momentum yang sangat tepat. Kombinasi manajemen publik dengan administrasi publik saatnya dikenalkan. Pilkadasung perlu juga agar ke depan terjadi perpaduan manajemen publik yang diperankan oleh para gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota di satu sisi dengan pejabat PNS karir mulai dari Sekda dan jajarannya.

Pejabat PNS karir dalam manajemen pemerintahan daerah sudah merupakan konstanta. Mereka tidak dipilih melalui Pilkadasung. Namun jumlah mereka adalah yang paling besar dan paling berpengaruh. Kepiawaian pejabat publik memilih dan menetapkan para pejabat PNS karir ini akan merupakan kontribusi yang sangat nyata tidak hanya bagi reinventing government melainkan juga bagi keberhasilan manajemen pemerintahan secara keseluruhan.

Proses Pilkadasung hanya bisa menyentuh, memilih dan menetapkan para pejabat publik yang dikategorikan pejabat negara yaitu gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. Oleh karena itu kombinasi yang ideal menurut saya adalah terdiri atas pengusaha/akademisi, pengusaha/politisi, politisi/pengusaha, politisi/akademisi, pengusaha/pengusaha, politisi/politisi atau militer/pengusaha.

Kombinasi seperti itu diharapkan mampu melakukan perubahan, mereinventing manajemen pemerintahan. Jadi memadukan manajemen publik yang berbasis entrepreuner dengan administrasi publik yang berbasis birokrasi dengan demikian adalah memadukan kepemimpinan pejabat publik atau pejabat negara yang dipilih langsung oleh rakyat dengan kepiawaian administrasi publik atau pejabat PNS karir yang terdiri atas Sekda, Asisten, Kepala Dinas dan Kepala Badan.

Sebagaimana juga semangat yang terkandung di dalam Undang-undang no. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah menjadi UU no. 32/2004, di mana calon kepala daerah dan wakilnya lebih memberikan kesempatan kepada orang yang bukan berasal dari PNS, maka dalam rangka melakukan reinventing government serta memastikan adanya semangat perubahan dalam manajemen pemerintahan di daerah, sebaiknya kombinasi pejabat publik haruslah dipandang antara pejabat negara di satu sisi dan pejabat PNS karir di sisi yang lain.(Ir. H. Chaidir Ritonga, MM, penulis adalah Ketua Kadin Daerah Sumatera Utara dan Peserta Program Doktor Perencanaan Wilayah, Pasca Sarjana USU. email: chaidir_ritonga@plasa.com)

Tulisan ini diambil dari Harian Waspada, 30 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan