Pilih Pimpinan KPK Terbaik dan Lawan Intervensi

Jakarta, antikorupsi.org – Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak agar panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015 dapat memilih calon yang memiliki integritas, kompetensi, leadership dan management skill, serta memiliki visi dan misi yang jelas. Semua kriteria itu semestinya digali dari proses seleksi yang telah dilakukan dari awal hingga proses wawancara yang diadakan 24-26 Agustus 2015 di Seketariat Negara.

Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, menyatakan, pansel harus jeli dalam melihat kualitas dari seluruh kandidat sebelum menyetorkan nama-nama tersebut ke presiden. Koalisi menilai ada perkembangan peningkatan dalam proses keterbukaan informasi dan kemauan pansel dalam memilih capim KPK.

Hal ini terlihat dalam pertanyaan pansel saat wawancara, temuan, dan informasi publik baik yang disampaikan oleh koalisi, lembaga negara seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK), dan masyarakat yang menjadi masukan kepada pansel sebagai bahan pertanyaan dalam proses wawancara lalu.

“Temuan yang ada bisa menjadi tolak ukur pansel. Misalnya, tentang laporan harta kekayaannya dalam LHKPN. Karena kemarin ada kandidat yang ketahuan memiliki harta kekayaan yang tidak wajar,” katanya dalam konferensi pers di Kantor ICW, Kamis (27/08/2015).

Menurut Erwin, terdapat catatan yang harus diperhatikan pansel yaitu kandidat yang memiliki relasi bisnis. Padahal dalam proses kerjanya, sang kandidat tidak boleh memiliki aktivitas dan relasi bisnis. Terdapat kandidat yang sebelumnya menjadi tim sukses kampanye presiden terpilih lalu serta mendapat dukungan dari pejabat negara dan lainnya sebagainya. Selain pemahaman akan isu antikorupsi dan UU KPK, UU TPPU, UU Pajak yang kurang dikuasai. Bahkan ada kandidat yang melontarkan pendapat bahwa KPK tidak perlu memiliki penyidik independen atau hanya dari lembaga tertentu.

“Hal ini menjadi masalah besar, kenapa mereka bisa sampai tahap 19 besar, padahal integritasnya sangat diragukan dalam gerakan antikorupsi,” keluhnya.

Terkait visi misi yang diutarakan, hampir 50% kandidat memiliki pandangan bahwa KPK harus lebih bergerak dalam bidang pencegahan. Padahal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan KPK selama ini yaitu condong akan penyidikan kasus-kasus, lanjut Erwin.

Bukan hanya itu, kebanyakan kandidat tidak memiliki pandangan perspektif yudisial corruption. Padahal ini penting dalam memberantas praktek korupsi ke depan. Pasalnya jika hal ini tidak ditekankan, KPK bisa kalah ‘kuat’ dengan para koruptor dan indikasi gesekan antar lembaga hukum negara.

“Pansel harus melihat potensi ini, maka yang berintegritaslah yang harus diletakkan di dalam KPK guna merekonsiliasi gerakan tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting, menyatakan, bahwa empat syarat yaitu integritas, kompetensi, leadership dan managementskill serta visi misi harus menjadi kriteria yang digunakan pansel dalam memilih kandidat. Dari hal integritas, jangan sampai calon yang dipilih memiliki perspektif yang negatif di mata publik, rekam jejak yang diragukan, memiliki transaksi mencurigakan, serta tidak memiliki harta kekayaan yang sesuai pendapatan dengan pekerjaan yang dilakoni.

Dari segi kompetensi, isu korupsi bukan hanya menjadi santapan orang di bidang hukum. Maka pengalaman dan pemahamannya mengenai isu korupsi sangat penting, sekalipun kandidat bukanlah orang berlatar belakang hukum. Terkait leadership, kandidat tidak boleh memiliki catatan buruk di dalam lembaga negara serta memiliki semangat dalam melakukan reformasi.

“Itu penting agar ada dorongan untuk lembaga yang dipimpinnya nanti, serta visi misi yang memiliki keberpihakan kepada KPK, gerakan antikorupsi, serta independen,” ujarnya.

Staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhammad Isnur, mengatakan bahwa pansel harus sangat peka dalam memilih kandidat untuk disetorkan ke presiden. Selain dari hasil wawancara dan tes lainnya yang telah dilakukan, kepekaan terhadap statemen terbuka yang dilakukan pihak-pihak tertentu dalam mengintervensi haruslah bersikap tegas.

“Pansel harus memiliki sikap, jangan mau diintervensi oleh siapapu itu,” ucapnya.

Menurutnya, salah satu intervensi yang dilontrakan Kepala Bareskirm Polri Komjen Budi Waseso dapat merupakan ancaman. Seyogianya lembaga penegak hukum negara tidak bersikap demikian.

“Jelas ini menjadi sebuah ancaman, kalau sudah ada nama-nama yang di stabilokan kenapa tidak ditangkap dari jauh-jauh hari oleh Bareskrim,” tegasnya. (Ayu-Abid)

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan