Pidato Kenegaraan di Depan DPR-DPD, SBY Cemaskan Demokrasi Biaya Tinggi

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beranggapan konsolidasi politik dan demokrasi telah berhasil melewati masa-masa sulit sesudah melalui sepuluh tahun reformasi gelombang pertama. Indonesia telah tumbuh menjadi negara demokrasi yang sangat dinamis. Namun, SBY kembali mencemaskan berkembangnya demokrasi berbiaya tinggi, khususnya dalam pemilihan umum kepala daerah.

Presiden mengungkapkan hal itu dalam pidato kenegaraan di depan sidang bersama DPR dan DPD kemarin. "Sudah sering kita dengar, seorang kandidat dengan timnya harus mengeluarkan uang yang begitu banyak. Kecenderungan ini berdampak negatif pada moral, etika, dan budaya politik kita," kata SBY.

Presiden mengatakan, kegiatan politik memang memerlukan banyak biaya. Namun, sambung dia, di samping sumbernya harus legal, besarnya tidak boleh melampaui batas kepatutan. SBY juga mencatat banyaknya praktik tidak terpuji dalam pilkada. "Mulai praktik politik uang hingga terjadinya aksi-aksi anarkistis. Kita semua mengetahui bahaya praktik-praktik buruk ini terhadap integritas demokrasi kita. Meluasnya politik uang hanya akan membawa kesengsaraan bagi rakyat," ujarnya.

Namun, beberapa waktu lalu survei yang dilakukan Universitas Paramadina dan Pride Indonesia memperoleh hasil bahwa masyarakat "merestui" politik uang. Masyarakat bersedia memilih calon yang membagikan uang kepada mereka. Hasil survei ini merisaukan banyak kalangan karena berpotensi memunculkan korupsi. Politik itu berkembang biak karena ketidakmampuan parpol dan politisi mendidik rakyat.

Kembali ke pidato kenegaraan, SBY mengajak semua pihak meningkatkan kualitas demokrasi, pemerintahan, dan pelayanan publik di daerah. Di pihak lain, kata dia, eksistensi semua bangunan dasar dari sistem politik yang diamanahkan konstitusi harus terjaga. "Seraya mendorong penguatan desentralisasi dan otonomi daerah, kita mesti memperkukuh sistem presidensial, eksistensi NKRI, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tambah SBY.

Sesuai dengan format baru berupa sidang bersama DPR dan DPD, pidato kenegaraan kemarin dipisah dengan pengantar nota keuangan RAPBN 2011. Pidato kenegaraan dibacakan pada sesi pertama. Pengantar nota keuangan di sesi kedua. Dalam pidato sesi pertama, SBY memang hanya mengungkapkan hal-hal normatif. Selain sistem demokrasi dan keberhasilan reformasi gelombang pertama, SBY menyinggung keberhasilan ekonomi secara umum. SBY juga menyinggung upaya penegakan hukum.

Presiden mengatakan, program antikorupsi telah dilakukan secara sistemik, berkesinambungan, mulai dari atas, dan tanpa pandang bulu. SBY menambahkan, perjuangan antikorupsi akan terus menghadapi tantangan dan resistensi. "Namun, kita tidak akan patah semangat, kita akan terus berikhtiar, karena kita semua ingin melihat korupsi terkikis habis dari bumi Indonesia," ujarnya.

SBY menyebutkan, keadilan harus diberikan untuk semua. Meski demikian, hukum harus pula menimbang rasa keadilan dan kemanfaatan. "Penegakan hukum yang berkeadilan harus terus kita perjuangkan dan wujudkan. Itulah pentingnya penegakan hukum yang fair, yang tidak menaruh toleransi terhadap praktik mafia hukum dalam bentuk apa pun," katanya.

Presiden juga menyinggung gerakan Pemberantasan Mafia Hukum. "Beberapa kasus yang diduga melibatkan praktik mafia hukum telah, sedang, dan terus ditangani secara serius. Ke depan, adalah sangat penting untuk terus mengupayakan pemberantasan praktik mafia yang menjauhkan hukum dari keadilan." (sof/pri/c2)
Sumber: Jawa Pos, 17 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan