Peserta Seleksi Pemimpin KPK Kelelahan

Sebanyak 236 peserta seleksi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi mengikuti tes profile assessment (penilaian kepribadian) di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di Jakarta kemarin. Sebagian dari mereka mengaku kelelahan mengerjakan soal-soal yang diberikan.

Tangan pegal karena biasa nulis pake komputer, kata Waluyo, salah satu peserta yang juga Deputi Pencegahan KPK. Para peserta mengaku hanya diberi waktu 100 menit untuk 27 soal.

Adapun peserta lainnya, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan soal tes tersebut tak bisa dikatakan mudah atau sulit. Tapi menjebak, kata pengacara ini. Jebakan yang dimaksudnya bisa mengukur integritas seseorang dalam pemberantasan korupsi.

Sugeng sendiri mengaku agak kesusahan mengerjakan soal-soal yang meminta dia menceritakan pengalamannya terkait dengan penegakan hukum. Seratus menit tidak cukup mengingat pengalaman, kata dia.

Menurut Sekretaris Panitia Seleksi Gunawan, lolosnya peserta ini akan ditentukan berdasarkan nilai kelulusan (passing grade). Besok Kamis kami rapatkan nilai passing grade-nya, kata dia. Hasil kelulusan tes ini, kata Gunawan, akan diumumkan pada 16 Agustus nanti.

Bagi yang lolos, akan mengikuti tahap selanjutnya, yaitu wawancara kompetensi pada 27-28 Agustus nanti dan wawancara dengan panitia seleksi. Gunawan menambahkan pihaknya tetap melakukan penelusuran (tracking) terhadap semua calon yang lolos seleksi. Kami lakukan dengan Koalisi Pemantau Peradilan, kata dia.

Secara terpisah, sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan meminta agar tidak ada afirmasi atau pengistimewaan bagi bakal calon pemimpin KPK dari unsur pemerintah, khususnya jaksa dan kepolisian. Sejak awal jangan ada afirmasi, kata koordinator koalisi, Patra M. Zen.

Meskipun dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan pemimpin KPK terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat, jangan dijadikan alasan untuk memaksakan kuota bagi perwakilan pemerintah, khususnya jaksa dan polisi.

Jika terjadi pemaksaan kuota, menurut Patra, dikhawatirkan ada motivasi atau agenda tersembunyi bagi calon. Tapi, kalau prosesnya adil, kami hormati, ujarnya. Muhammad Nur Rochmi | Rini Kustiani

Sumber: koran Tempo, 8 Agustus 2007
-----------
Pencalonan Pimpinan KPK
Tak Mudah Mencari Pemburu Koruptor

Pertanyaannya gampang-gampang, jawabannya yang susah, cerita Sugeng Teguh Santosa, salah seorang calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Sugeng adalah salah satu dari 236 calon pimpinan KPK yang sedang mengikuti tes profile assessment di Gedung BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta. Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK menyelenggarakan tes profile assessment ini selama dua hari, yaitu Senin dan Selasa (7/8).

Sugeng yang dijumpai di sela- sela tes profile assessment bercerita kalau ada beberapa tes yang harus diikuti, yaitu tes psikologi dengan nama Harrison Assessment Test dengan 17 pertanyaan; dan tes kompetensi profesi yang berisi pertanyaan tentang motivasi, prioritas saat menjadi pimpinan KPK, setuju atau tidak dengan asas pembuktian terbalik, mempertanyakan soal integritas, ketekunan bekerja, maupun upaya menegakkan hukum.

Sugeng yang beberapa kali mendampingi kliennya dalam berperkara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi juga mengungkapkan beberapa pertanyaan yang menurutnya cukup rumit jawabannya.

Ada pertanyaan lain, misalnya, sebutkan satu peristiwa di mana Anda diuji integritas Anda. Tidak bisa bohong karena harus disebutkan nama orang- orang yang terlibat di sana. Jadi, juga enggak bisa sok karena peristiwa itu benar-benar harus terjadi, ujar Sugeng.

Lain cerita Tahruna Madjang, pegawai PLN wilayah Sulawesi dan Papua. Tahruna baru saja datang dari Sulawesi tadi pagi dan langsung mengikuti tes.

Kondisi masing-masing orang untuk menyiasati jawaban bermacam-macam, sementara waktu yang disediakan sangat singkat. Misalnya, di saat memilih dari pekerjaan yang sangat kita sukai, sampai yang tidak terlalu kita sukai. Ada yang dibaca semua dulu, tetapi ada yang langsung memilih, ujarnya.

Bagi Tahruna yang berkecimpung di bidang kinerja PLN, ia cukup memahami figur pimpinan KPK seperti apa yang dicari. Tes ini sepertinya mencari pemimpin yang punya integritas tinggi tanpa menafikan kompetensi yang dimiliki serta tindakan apa yang akan dilakukan kalau sudah diterima, ujarnya.

Tes profile assessment ini bagi sejumlah peserta bisa dirasakan berat. Apalagi bagi para peserta yang sudah memasuki masa pensiun. Udah sepuh. Mereka harus menulis panjang-panjang pengalaman pribadi mereka. Pegel juga tangannya, harus nulis panjang-panjang, seru seorang peserta.

Tes ini menguji pribadi para calon pimpinan KPK dalam dua tahap, yakni multidimensional attitude battery dan wawancara perilaku secara tertulis. Integritas, keberanian, dan visi para calon bisa diketahui dari dua tes itu. Para calon juga dites konsistensi dan kejujurannya. Alat deteksi kebohongan ini digunakan dalam tes psikologi dan profil pribadi setiap peserta.

Menurut Sekretaris Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Gunawan Hadisusilo, Pansel akan rapat untuk membahas batas peringkat yang akan lolos atau tidak.

Nanti calon yang lolos tes profile assessment ini akan diumumkan 16 Agustus. Bagi yang lolos akan memasuki tahap wawancara, yaitu tahap wawancara kompetensi dengan konsultan PT Dunamis dan tahap wawancara dengan Panitia Seleksi. Selain itu, sebelum wawancara dengan Pansel, penelusuran rekam jejak yang dilakukan oleh Koalisi Pemantau Peradilan dan Pansel terus dilakukan dan akan diserahkan sebelum wawancara, kata Gunawan.

Memang tak mudah mencari calon, terlebih untuk menduduki posisi pimpinan KPK.

Pintar saja tak cukup, kalau tidak jujur dan berintegritas. Jujur dan berintegritas saja juga tak cukup kalau tidak berani dan punya kepentingan. Apalagi kalau cuma berani saja, tetapi tidak jujur dan berintegritas. Wah, jangan mimpi Indonesia bisa terbebas dari korupsi.

Inilah tantangan terbesar Panitia Seleksi. Apakah mereka mampu menghasilkan calon pimpinan KPK yang melempem dan terkooptasi partai atau elite politik? Ataukah mereka mampu mendapatkan para pemburu koruptor dan membuat Indonesia terbebas dari jeratan korupsi? (Vincentia hanni)

Sumber: Kompas, 8 Agustus 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan