Pesawat Kepresidenan; Kalla: Sebaiknya Serahkan ke BUMN

Mantan Wakil Presiden, yang kini Ketua Umum Palang Merah Indonesia Pusat, Muhammad Jusuf Kalla menyarankan pemerintah sebaiknya tidak membeli dan mengelola sendiri pesawat kepresidenan. Pengelolaan itu sebaiknya dilakukan oleh sebuah badan usaha milik negara atau Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara.

Menurut Kalla, dengan pembelian dan pengelolaan yang dilakukan oleh BUMN atau TNI AU, pemerintah tidak perlu repot-repot dan menanggung beban biaya lebih besar. Sebab, secara khusus beban tersebut ditanggung secara korporasi oleh BUMN atau oleh dana tersendiri di TNI AU.

”Pemerintah sebaiknya menjadi pihak yang menyewa pesawat tersebut dengan harga yang disepakati bersama dengan sejumlah kriteria sehingga akhirnya mendapatkan pesawat kepresidenan yang lebih murah dibandingkan dengan sewa pesawat secara komersial,” ujar Kalla saat ditanya pers di Gedung PMI, Jakarta, Senin (8/2).

Kalla kemudian menceritakan proses pembelian pesawat kepresidenan yang pernah dilakukannya pada tahun 2007 dan dilakukan Sekretariat Negara. ”Namun, tiba-tiba prosesnya dihentikan secara mendadak. Saya tidak tahu siapa yang membatalkan itu,” katanya.

Menurut Kalla, rencana pembelian pesawat kepresidenan pada tahun 2007 sebenarnya pernah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

”Saya laporkan kepada Presiden, kalau membeli yang baru dalam kondisi ekonomi saat itu, kurang baik. Jadi, saya sarankan membeli bekas. Namun, yang membeli bukan pemerintah, melainkan anak perusahaan PT Pertamina, yakni PT Pelita Air Service. Presiden waktu itu menyetujuinya,” ungkap Kalla.

Ia mengatakan, Pelita yang ditunjuk pemerintah akhirnya melakukan negosiasi dengan manajemen pemilik pesawat Airbus di Perancis. ”Pelita akhirnya dapat dengan harga 35 juta-40 juta dollar AS. Memang, itu pesawat bekas yang kurang dari lima tahun usianya. Airbus waktu itu sudah menyiapkan pesawat dengan harga tersebut, sampai menyiapkan pelatihan kru,” ujar Kalla.

Kalla menambahkan, pengelolaan pesawat itu direncanakan dilakukan oleh Pelita. ”Pemerintah hanya menyewa jamnya. Waktu itu pemerintah akan menyewa dengan harga yang lebih murah, yaitu 10.000 dollar AS per jam. Lebih mahal jika menyewa pesawat komersial yang harga sewanya sampai 25.000 dollar AS per jam,” tutur Kalla. (HAR)

Sumber: Kompas, 10 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan