Perubahan Desain Gedung DPR; Ongkos Rp 14 Miliar Sia-sia

Meski dibikin tanpa sayembara, desain lama tetap dibayar.

Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum tengah membahas konsekuensi perubahan desain gedung baru DPR, terutama menyangkut biaya yang turun dari Rp 1,13 triliun menjadi Rp 777 miliar dan ongkos pembuatan desain sebesar Rp 14,7 miliar.

Walau dibikin tanpa melalui sayembara, desain itu tetap harus dibayar karena sudah jadi. Rekomendasi Kementerian Pekerjaan Umum pun dianggap belum final. “Yang penting, kami menyadari semua masalah yang merupakan turunan dari keputusan (perubahan) itu,” kata Wakil Ketua DPR Anis Matta kemarin.

Anis menjelaskan, nasib proyek gedung masih menunggu konsultasi Badan Urusan Rumah Tangga DPR dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum. Hasil konsultasi itu nantinya dibahas bersama di Dewan.

Sedikitnya terjadi perubahan desain hingga empat kali. Semula, gedung menjulang itu direncanakan memiliki 27 lantai. Kemudian direvisi menjadi 33 lantai, diubah lagi menjadi 36 lantai, lalu diturunkan kembali menjadi 26 lantai.

Perubahan tersebut menimbulkan konsekuensi biaya pembuatan desain, yang mencapai Rp 14,7 miliar. Anggaran ini bakal sia-sia lantaran desain yang sudah jadi harus dibayar, meski kelak tidak digunakan. "Meskipun tak dipakai, konsultan tetap harus dibayar," kata Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi Sekretariat Jenderal DPR, Sumirat.

Sumirat mengatakan, Dewan tetap akan mendapatkan desain lama yang tak terpakai itu. Selanjutnya, soal teknis dan besar anggaran rancangan ulang menunggu hasil rapat Badan Urusan Rumah Tangga DPR.

Menurut Anis, tak jadi masalah Dewan telanjur mengeluarkan biaya desain. "Itu teknis. Kami tidak mengurusi sampai sedetail itu," kata dia.

Secara terpisah, Partai Golkar tetap mendukung pembangunan gedung baru DPR. "Kami realistis. DPR butuh ruangan," kata Idrus Marham, Sekretaris Jenderal Partai Golkar. "Tak masalah bagaimana ruangan itu nantinya. Mau mewah atau tidak. DPR butuh gedung," dia menambahkan.

Direktur Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Guratno Hartono, enggan berkomentar. "Sudah dijelaskan oleh Pak Marzuki Alie (Ketua DPRD) dan Pak Menteri (Menteri PU Djoko Kirmanto). Apa lagi yang mau dijelaskan? Saya rasa sudah cukup," kata dia. ALWAN RIDHA RAMDANI | MAHARDIKA SATRIA HADI | KARTIKA CANDRA | ROSALINA
 
Sumber: Koran Tempo, 26 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan