Pertamina; Kontrak Hotel Berbuntut Tuntutan

BPKP mengendus dugaan korupsi pada kontrak kerja Pertamina Balikpapan. Sudah masuk kepolisian.

Tanah 6.200 meter persegi dengan bangunan peninggalan Belanda di Jalan Letjen Suprapto, Balikpapan, Kalimantan Timur, itu dibiarkan tak terurus. Sudah belasan tahun gedung bekas bengkel pelatihan karyawan itu tak berpenghuni. Pemiliknya Pertamina Unit Pengolahan V Balikpapan.

Rupanya, Hotel Bahana Surya, yang terletak persis di samping kiri, kepincut membeli lahan itu. Singkat cerita, lahirlah kontrak kerja antara Pertamina Balikpapan dan Hotel Bahana Surya pada Agustus 2002. Hotel bintang empat ini berniat memperluas bangunan dan fasilitas penginapan di lahan milik unit pengolahan perusahaan tambang milik pemerintah itu.

Pola kerja sama menganut sistem BOT (build, operate and transfer) selama 20 tahun. Karena aset itu milik negara, tentu perlu izin pemerintah. Namun, audit investigatif Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengendus potensi kerugian negara dalam kontrak kerja itu.

Laporan hasil audit investigasi BPKP 2004, yang diserahkan ke DPR akhir Januari lalu, menyebutkan potensi kerugian mencapai Rp 2,1 miliar. Buru-buru lembaga pengawas itu melaporkan temuannya, yang ternyata juga berindikasi korupsi, ke Markas Besar Kepolisian RI.

Tak ayal, temuan BPKP itu membuat Pertamina Balikpapan kalang-kabut. Juru bicara Pertamina Balikpapan, Mirza Bahra, mengatakan pihaknya langsung menggelar evaluasi ulang atas kontrak itu. Hasilnya, (Kontrak) itu memang akan merugikan perusahaan, kata Mirza. Akhirnya, manajemen memutuskan menyetop kerja sama dengan Hotel Bahana.

Menurut Mirza, Hotel Bahana setuju kontrak kerja diakhiri. Namun, mereka menampik tawaran Pertamina memutus kontrak begitu saja. Mereka pun melayangkan tuntutan ganti rugi ke unit perusahaan negara yang setiap harinya bisa menyedot minyak mentah 260 ribu barel itu. Alasannya: mereka sudah mengeluarkan sejumlah uang untuk persiapan perluasan hotel.

Upaya negosiasi, kata Mirza, sedang ditempuh oleh manajemen Pertamina. Kami sedang mencari solusi tanpa menimbulkan kerugian bagi kedua pihak, tuturnya, tanpa merinci jumlah tuntutan ganti rugi. Namun, negosiasi masih menggantung. Hotel Bahana belum bisa dikonfirmasi. Pemilik hotel sedang ke luar kota, kata seorang karyawan yang enggan disebut namanya.

Mirza mengatakan pihaknya setuju tawaran Hotel Bahana untuk memanfaatkan lahan ketimbang teronggok tak terurus. Sebenarnya Pertamina Balikpapan sudah lama berniat melepas asetnya itu. Tapi terganjal izin, sehingga tawaran pihak hotel dijawab dengan pola BOT, katanya. Soal indikasi korupsi, seperti dituding BPKP, Mirza mengaku tak tahu-menahu.

Menurut Ketua BPKP, Arie Soelendro, lembaganya acap kali menemukan berbagai kelemahan di Pertamina ketika melakukan pemeriksaan. Kelemahan dijumpai dalam sistem dan prosedur operasi, keuangan, dan pencatatan (baca: Temuan Hasil Pemeriksaan 2004). Kelemahan ini yang dapat menimbulkan kerugian bagi Pertamina, tuturnya.

Bagi anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, Dradjad H. Wibowo, hasil audit investigasi BPKP banyak yang tidak mengungkap korupsi besar di Pertamina. Yang terungkap terlalu kecil, ujarnya. Tapi Arie Soelendro berkilah, peran lembaganya banyak dipangkas akibat pemberlakuan beberapa undang-undang, misalnya otonomi daerah. Tentunya hal ini menghalangi BPKP mengungkap kasus-kasus besar, katanya.(Stepanus S. Kurniawan, Redy M.Z. (Balikpapan))

Sumber: Majalah Tempo, No. 52/XXXIII/21 - 27 Feb 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan