Pertamina Akan Banding atas Keputusan KPPU

Direksi PT Pertamina (persero) akan mengajukan banding atas keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) yang menghukum Pertamina karena dinilai bersalah dalam proses penjualan dua unit kapal tanker, pertengahan tahun lalu.

Dalam proses banding nanti, perusahaan minyak dan gas negara itu akan mempertanyakan dasar keputusan KPPU.

Wakil Direktur Utama Pertamina Mustiko Saleh mengatakan, keputusan banding dikeluarkan sebagai upaya mencari kebenaran dan penegakan hukum. Ini kan negara hukum, jadi hukum mesti ditegakkan, ujarnya kepada Tempo kemarin.

Dia menjelaskan, langkah banding akan ditangani secara terpadu oleh korporat karena menyangkut hukuman yang dijatuhkan kepada perseroan. Langkah ini dimaksudkan untuk melindungi direksi, komisaris, atau mantan komisaris yang juga dikenai sanksi oleh KPPU.

Mustiko menegaskan, upaya banding telah mendapatkan lampu hijau dari Menteri Negara BUMN, sebagai pemegang saham perwakilan pemerintah. Sedangkan persetujuan komisaris, Mustiko tidak bisa memastikan, apakah komisaris menyetujui rencana banding atau justru sebaliknya, menerima keputusan KPPU.

Seperti diberitakan, KPPU dalam keputusannya awal bulan ini mendenda Pertamina dan Goldman Sach Rp 19,71 miliar, Frontline Rp 25 miliar, dan Equinox Rp 16,56 miliar. Selain itu, Pertamina harus meminta secara tertulis kepada RUPS untuk mengambil langkah hukum terhadap direksi yang bersalah. Laporan dan permintaan tertulis itu harus dipublikasikan di lima surat kabar nasional berukuran minimal 1/8 halaman.

Keputusan itu diambil karena KPPU menilai Pertamina bersalah dalam proses penjualan dua unit tanker jenis very large crude carrier (VLCC), pertengahan tahun lalu. Harga jual dari hasil tender dinilai jauh lebih rendah daripada harga pasar saat itu. Akibatnya, potensi penerimaan negara hilang sebesar Rp 180-504 miliar.

Pertamina dinilai bersalah karena melanggar UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU menilai, Pertamina, konsultan penjualan Goldman Sach, dan pemenang tender Frontline telah melakukan persekongkolan untuk memenangkan Frontline dalam proses tender.

Sebelumnya, Menteri Negara BUMN Sugiharto menilai, penolakan direksi Pertamina terhadap keputusan KPPU sebagai hal yang wajar. Penolakan tersebut merupakan bagian dari aksi korporat.

Wajar saja jika direksi menolak keputusan KPPU, katanya. Hingga kini, dia mengaku belum menerima laporan tentang rencana banding itu.

Sugiharto menambahkan, dewan komisaris telah menerima berkas dari KPPU dan sedang mempelajarinya. Mereka juga sudah melayangkan surat kepada semua direksi dan komisaris yang terkait dengan proses penjualan tanker. Surat itu dikeluarkan untuk memanggil dan meminta keterangan dari semua direksi dan komisaris dalam kurun waktu 14 hari. Hasilnya, akan disampaikan kepada menteri.

Mengenai pertanggungjawaban direksi dan komisaris Pertamina yang lalu, Sugiharto menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang kini sudah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Itu bukan urusan Meneg BUMN. Itu urusan KPK dan KPPU, katanya.

Menurut dia, yang akan dilakukan pihak Kementerian BUMN saat ini adalah bekerja sama dan memenuhi segala hal yang dibutuhkan KPK dalam memproses kasus ini. Karena tugas saya sebagai korporat kalau ada ketidakwajaran, kami serahkan kepada aparat hukum, kata dia.

Ketua Masyarakat Energi dan Mineral Indonesia Supriyatna meminta, pemerintah tidak mengambil langkah keliru dalam menyelesaikan kasus persekongkolan penjualan tanker tersebut. Bila kasus ini tidak diselesaikan secara sungguh-sungguh, dikhawatirkan akan banyak kasus lain yang bermunculan. Kasus penyimpangan ini bisa dijadikan titik awal untuk pemberantasan korupsi di sektor energi dan mineral, katanya. retno sulistyowati/tito sianipar

Sumber: Koran Tempo, 14 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan