Persidangan Korupsi; Uang Negara yang Dipisah Bukan Uang Negara
Kekayaan negara yang dipisahkan sudah bukan lagi merupakan uang negara. Dengan demikian, apabila terjadi tindak pidana terhadap uang yang dipisahkan itu tunduk pada tindak pidana umum.
Demikian disampaikan Guru Besar Hukum Keuangan Universitas Indonesia, Arifin Soeria Atmadja, sebagai ahli dalam sidang perkara korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Prajurit TNI Angkatan Darat, Rabu (11/4). Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dipimpin ketua majelis hakim Soedarmadji.
Dalam perkara tersebut, jaksa penuntut umum yang diketuai M Hudi mendakwa Kol Czi Ngadimin Darmo Sujono, Samuel Kristianto, dan Dedy Budiman Garna melakukan korupsi pada dana tabungan prajurit TNI AD yang dikelola Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan Prajurit (BPTWP) TNI AD. Dana pendamping untuk pengadaan rumah prajurit TNI AD sebesar Rp 100 miliar ternyata digunakan untuk hal lain.
Menurut Arifin, uang negara yang dipisahkan ke perseroan terbatas, misalnya, tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang PT. Menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa, yakni Ariano Sitorus, mengenai dana yang dihimpun dari gaji anggota TNI AD dengan cara memotong gaji kemudian dikelola BPTWP, menurut Arifin, sudah terpisah dari keuangan negara. Saya berpendapat, uang ini adalah uang privat, ujar Arifin.
Setelah keterangan ahli, sidang dilanjutkan dengan keterangan terdakwa. Ngadimin yang ditanya jaksa menegaskan, inisiatif menempatkan dana prajurit yang dikelola BPTWP sebagai pendamping untuk memperoleh bantuan dari luar negeri bukan berasal dari dirinya. Inisiatif bukan dari saya, tapi dari Aspers (Asisten Personel TNI AD), katanya. (idr)
Sumber: Kompas, 12 April 2007