Perpres Bisnis TNI Dinilai Terlalu Longgar

Induk koperasi dan pusat koperasi TNI akan dikaji ulang.

Peraturan presiden tentang pengalihan aktivitas bisnis Tentara Nasional Indonesia dinilai terlalu longgar. Pemerintah tidak tegas mengambil alih bisnis, tapi malah memerintahkan pembentukan tim baru dan tanpa memberikan tenggat. "Perpresnya terlalu minimalis dan kompromistis. Tidak mengalihkan, tapi malah membentuk tim baru," kata pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodawardani, kepada Tempo kemarin.

Padahal, kata Jaleswari, pemerintah telah menggunakan waktu lima tahun untuk proses pengalihan ini. "Kalau akhirnya cuma begini, saya rasa satu tahun saja cukup," kata dia. Jaleswari juga menyayangkan tidak adanya tenggat bagi Tim Pengendali Aktivitas Bisnis TNI untuk merampungkan tugas ini. Seharusnya tenggat seluruh proses pengalihan dan penataan harus ada dalam perpres.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono membantah penilaian bahwa perpres ini kompromistis dan tidak taat pada tenggat. "Tidak betul. Sebab, seperti yang saya jelaskan, tenggat 16 Oktober adalah awal secara formal hukum," ujarnya. Ke depan, prosesnya akan menyesuaikan dengan perkembangan di lapangan.

Tim pengendali, kata Juwono, akan dibentuk lewat peraturan Menteri Pertahanan dan berada dalam Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan. Tim ini akan terdiri atas unsur Departemen Pertahanan, Departemen Keuangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koperasi, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, dan Markas Besar TNI. Tenggat bagi tim, kata Juwono, tak bisa dipastikan dan bergantung pada proses penanganan.

Mengenai induk koperasi dan pusat koperasi TNI yang berada di bawah Markas Besar TNI dan mabes angkatan, Juwono mengatakan, itu akan dikaji ulang. "Inkop dan puskop dilihat dulu pengelolaannya, layak laksana atau tidak," ujarnya.

Sebelumnya, Departemen Pertahanan mengumumkan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pengambilalihan Aktivitas Bisnis Tentara Nasional Indonesia. Peraturan yang diteken presiden pada 11 Oktober 2009 itu menyebutkan, pemerintah melakukan pengambilalihan seluruh aktivitas bisnis TNI yang dikelola langsung maupun tidak langsung. Pelaksanaan pengalihan akan dilakukan oleh Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan.

Berdasarkan data tim nasional pengalihan bisnis TNI, jumlah koperasi milik TNI sebanyak 1.321 unit, aset total Rp 3,2 triliun, dan kewajiban Rp 970 miliar. Aset bersihnya sekitar 2,2 triliun: Rp 1,4 triliun dari yayasan, Rp 805 miliar dari koperasi. Sebagian besar aset berasal dari pemanfaatan tanah atau lahan oleh koperasi dan yayasan yang luasnya 16.500 hektare.

Pemerintah akan menata pemanfaatan lahan ini menggunakan mekanisme Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu dengan sistem menyewa yang hasilnya akan masuk sebagai penghasilan negara bukan pajak bagi Departemen Pertahanan untuk disetorkan ke APBN.Titis Setianingtyas

Poin Penting Perpres Bisnis TNI

Pasal 6: Ayat (1). Penataan koperasi dan yayasan yang berada di lingkungan TNI dilakukan sesuai dengan undang-undang dan memperhatikan tujuan pendiriannya. Koperasi dan yayasan yang tidak sesuai dengan tujuan pendirian akan digabung atau dibubarkan.

Pasal 7: Ayat (1). Saat penataan koperasi dan yayasan, tidak boleh ada pengalihan kekayaan koperasi atau yayasan, kecuali dengan persetujuan Menteri Pertahanan. Kekayaan koperasi dan yayasan meliputi saham, penyertaan modal dalam badan usaha lain, atau aset tetap.

Pasal 9. Tugas tim pengendalian pengalihan aktivitas bisnis TNI adalah melakukan evaluasi hasil inventarisasi, identifikasi, dan pengelompokan bisnis TNI. Tim juga memonitor dan mengusulkan pengambilalihan dan melaporkan semua prosesnya kepada Menteri Pertahanan.

Bahan: Titis Setianingtyas

Sumber: Koran Tempo, 16 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan