(Pernyataan Pers KPP) TOLAK PRA PERADILAN PUTEH! [21/07/04]
Seiring dengan mulai diperiksanya kasus korupsi dengan tersangka Abdullah Puteh, Gubernur Nangroe Aceh Darussalam (NAD) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Senin, 19 Juli 2004 mulai menyidangkan permohonan pra peradilan yang diajukan oleh Abdullah Puteh. Dalam permohonan pra peradilan yang diajukan, Abdullah Puteh menilai penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi dalam kasus pembelian helikopter itu tidak sah karena dilakukan tanpa melalui proses penyidikan terlebih dahulu. Selain itu mendalilkan bahwa proses penyelidikan yang dilakukan oleh KPK tidak sah karena hingga saat ini belum terbentuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Proses persidangan pra peradilan sendiri dipimpin oleh hakim tunggal Cicut Sutiyarso, SH.
Tuntutan pra peradilan dari Abdullah Puteh yang menuntut agar proses penyidikan dan penuntutan dihentikan oleh KPK sangatlah tidak masuk akal. Hal tersebut disebabkan:
Pertama, tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK dalam pemeriksaan Abdullah Puteh adalah sah menurut hukum. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pasal 6 menegaskan bahwa salah satu tugas KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi. Dan dalam melaksanakan tugas tersebut KPK dapat menggunakan segala kewenangan yang dimilikinya seperti termuat dalam pasal 12 UU KPK.
Kedua, KPK tidak mungkin menghentikan proses penyidikan kasus korupsi yang ditanganinya. Sebab berdasarkan Pasal 40 UU No. 30 Tahun 2002 , KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi. Dengan demikian terhadap perkara korupsi yang ditanganinya, KPK harus memproses hingga tahap penuntutan di pengadilan khusus korupsi.
Ketiga, berdasarkan pasal 77 butir a KUHAP, permohonan pra peradilan dapat diajukan dengan alasan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Berkaitan dengan aturan tersebut, maka alasan pra peradilan dalam kasus ini yang mempermasalahkan penyidikan dan belum terbentuknya pengadilan khusus korupsi secara de facto adalah tidak sesuai dengan pasal 77 butir a di atas.
Berdasarkan uraian diatas kami meminta agar Hakim Pengadilan Jakarta Pusat menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Abdullah Puteh dan menyatakan sah tindakan hukum yang dilakukan oleh KPK dalam pemeriksaan perkara korupsi tersebut.
Jakarta, 21 Juli 2004
Koalisi Pemantau Peradilan
1.Indonesia Corruption Watch (ICW)
2.Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)
3.Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FH UI
4.Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP)
5.Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
6.DEMOS