Pernah Coba Suap Kapolda Rp 2 Miliar; Cukong Illegal Logging yang Masuk Daftar Buron

Para cukong illegal logging yang kini menjadi buron Kejaksaan Agung memang sangat licin. Mereka terkenal sangat royal mengucurkan uangnya ke kantong-kantong aparat penegak hukum. Jurus suap ini semakin diintensifkan saat mereka menjalani proses hukum.

Seperti dilakukan Sundono, salah satu raja kayu ilegal yang kini menjadi target utama jaksa agung. Sundono, kabarnya, pernah berusaha menyuap Irjen Pol Sutanto ketika menjabat Kapolda Jatim. Tak tanggung-tanggung, besarnya Rp 2 miliar.

Menurut sumber koran ini, percobaan penyuapan itu dilakukan saat Sundono menjadi tahanan Polda Jatim karena kasus penyelundupan kayu gelondongan (log). Dengan uang sebanyak itu, Sundono yang mempunyai nama lain Jhonsun Limuel Lim itu minta agar Kapolda Irjen Sutanto menangguhkan penahanannya.

Bagaimana sikap Sutanto setelah diiming-iming uang besar itu? Menurut sumber koran ini, Sutanto tidak tergiur dengan iming-iming uang miliaran rupiah itu. Pak Tanto mengusir teman Sundono yang membawa uang tunai Rp 2 miliar itu. Kemudian, Pak Tanto malah terus menahan Sundono hingga perkaranya dilimpahkan ke kejaksaan, ujar sumber koran ini di Mapolda Jatim.

Irjen Sutanto ketika dihubungi melalui telepon genggamnya pukul 23.15 tadi malam sempat menolak dikonfirmasi. Sudah malam, besok saja. Saya mau tidur, katanya. Tapi, sebelum menutupkan telepon genggamnya dia membenarkan pernah hendak disuap Sundono.

Bapak kabarnya pernah mau disuap Sundono Rp 2 miliar?, tanya koran ini. Ya, ya, jawab calon kuat Kapolri ini, lalu menutup teleponnya.

Sayangnya, sikap tegas Sutanto terhadap cukong kayu ilegal itu tidak diikuti oleh lembaga penegak hukum lainnya. Buktinya, kemudian, ketika kasusnya digelar di pengadilan, PN Surabaya malah menjatuhkan vonis bebas kepada Sundono, yang sebelumnya hanya dituntut hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh jaksa penuntut umum.

Hingga kini, tak jelas perkembangan kasusnya. Entahlah, apakah jaksa jadi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas kekalahannya itu. Atau sebaliknya, jaksa sengaja tidak mengajukan kasasi supaya kasusnya mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht).

Kasus itu bermula ketika patroli Satuan Polisi Air dan Udara Polda Jawa Timur menangkap kapal tongkang di kawasan perairan Surabaya pada 9 Desember 2000. Kapal tersebut memuat 592 batang kayu gelondongan dari Kalimantan dengan tujuan Surabaya.

Saat ditangkap polisi, nakhoda kapal tidak bisa menunjukkan berbagai dokumen, termasuk dokumen kayu gelondongan berupa DHH (daftar hasil hutan) dan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Di antara seluruh kayu tersebut, terdapat 157 log yang tidak dilengkapi dokumen dengan nilai sekitar Rp 6 miliar.

Yang aneh, setelah kayu dibongkar, muncul dua dokumen SKSHH dan DHH dengan nomor seri 136520 dan DA 136190. Dokumen itu mencurigakan petugas karena satu dokumen dicetak dengan menggunakan komputer dan yang lain memakai mesin ketik. Dalam penyidikan diketahui bahwa dokumen seri DA 136190 ternyata ditandatangani dan diperkuat dengan stempel dari Kantor Kehutanan.

Dua dokumen tersebut, menurut keterangan saksi ahli dari Kantor Kehutanan di Surabaya dan Samarinda, adalah dokumen yang sah. Meski demikian, Kapolda tetap berkeyakinan bahwa Sundono bersalah telah mengirimkan kayu ilegal dari Kalimantan ke Surabaya sehingga merugikan negara Rp 6 miliar. Bos PT Rimba Lancar dan PT Sari Anugerah di Jl Kalianak, Surabaya, itu tetap diproses hukum.

Aroma tak sedap mulai tercium ketika kasusnya mulai disidangkan di PN Surabaya. Persidangan sering digelar sembunyi-sembunyi agar tak tercium wartawan. Selain itu, sidang diadakan maraton supaya gembong kayu ilegal Sundono itu tidak berlama-lama menyandang predikat terdakwa. Dan, memang, palu hakim akhirnya membebaskan Sundono yang saat disidang itu berumur 54 tahun.

Beberapa orang dekatnya mengatakan, kini, Sundono sudah pensiun dari bisnis kayu ilegalnya itu. Mereka memberikan alasan bermacam-macam. Antara lain, Sundono kapok berurusan dengan hukum yang menghabiskan uang miliaran rupiah dan Sundono amat takut karena dirinya masih diincar aparat penegak hukum. Terakhir, saya dengar Sundono sudah pindah ke Jakarta, ujar salah seorang teman dekat Sundono.

Dari investigasi koran ini, memang, sudah lama nama Sundono tidak terdengar lagi di dunia perkayuan gelap di Surabaya. Sundono sudah tidak terlihat lagi di kantornya di Jl Kalianak, Surabaya. Kemarin, ketika koran ini berusaha mengkonfrmasi Sundono soal kabar suap itu, kantor tersebut sudah ditempati orang lain.

Yang jadi pertanyaan, jika benar Sundono sudah tidak aktif lagi di bisnis kayu ilegal, kenapa namanya masih ada di daftar buron Kejaksaan Agung?

Rahasiakan Lima Cukong
Sementara itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung R.J. Soehandoyo mengatakan, pihaknya belum bisa mengumumkan nama cukong yang disampaikan Dephut.

Kami belum bisa mengungkapkan ke media massa, baik cetak maupun elektronik, karena sejumlah nama itu tidak disertai alamat jelas. Sehingga tentu ada kesulitan, kata Soehandoyo saat ditemui sebelum menjadi pembicara dalam diskusi Partisipasi Publik dalam Pembersihan Aparat Hukum dan Pemberantasan Korupsi di Jakarta Media Centre kemarin.

Dia mengatakan, Kejaksaan Agung terus menelusuri lebih jauh informasi yang dikeluarkan Dephut itu. Nanti kalau diungkapkan semuanya, bisa lari orangnya, jelasnya.

Sumber di jajaran jaksa agung muda (JAM) pidana umum membenarkan bahwa hanya lima cukong kayu yang bisa dilanjutkan penanganannya ke tahap penyidikan. Sedangkan 15 cukong kayu lainnya kabur ke luar negeri, yang umumnya ke Malaysia.

Kelima orang itu sudah dicekal dan alamatnya sudah diketahui. Jadi, rasanya, tidak mungkin mereka kabur menyusul rekan-rekannya, kata sumber yang menolak disebutkan namanya. Ditanya identitas kelima cukong tersebut, jaksa senior itu menolak membeberkan karena tidak sedang memegang dokumen. Mungkin, saya kasih tahu besok (hari ini). Datang saja ke kantor, jelasnya.

Menanggapi sulitnya Kejaksaan Agung menangani cukong pencurian kayu, mantan Sekjen Dephut Suripto mengatakan, itu terkait dengan keberadaan mereka. Dia sependapat dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh bahwa beberapa cukong illegal logging tersebut kini berada di luar negeri.

Beberapa nama (cukong) itu kini berada di luar negeri sehingga menyulitkan pemerintah untuk menindaklanjuti laporan Dephut, paparnya kepada koran ini kemarin. Salah satunya, dia menyebut nama Abdul Rasyid -cukong di Kalimantan Tengah yang namanya masuk daftar black list Dephut. Mantan anggota MPR itu saat ini diketahui berada di Singapura.

Suripto juga menyebutkan beberapa nama -selain yang diserahkan Dephut ke Kejagung-yang memiliki sindikat pembalakan liar cukup besar di wilayah Papua. Sindikat itu, jelasnya, sering disebut dengan nama Trio Kwek Kwek karena terdiri atas tiga orang. Mereka berinisial HY, RK (kini masih aktif sebagai anggota DPR), dan JO.

Kemarin, di Mabes Polri, Kapolri Jenderal Polisi Da

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan