Permintaan Perlakuan Khusus Berlebihan; Wapres Nilai Tak Hambat Proses
Tuntutan perlakuan khusus terhadap kepala daerah dalam pemeriksaan kasus korupsi terlalu berlebihan dan kontraproduktif dengan pemberantasan korupsi di daerah. Perlakuan khusus kian menegaskan pula tingginya kooptasi politik terhadap lembaga yudikatif. Padahal, ini seharusnya dihilangkan.
Demikian dikatakan Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM) Denny Indrayana maupun Koordinator Program Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ibrahim F Badoh, Jumat (20/7) di Jakarta.
Menurut Denny, pemerintah seharusnya memotong rantai birokrasi proses pemeriksaan kepala daerah, bukan sebaliknya. Permohonan perlakuan khusus bertentangan dengan yang seharusnya dilakukan. Lembaga perizinan presiden saja mempersulit, kini mau didobel, ujarnya.
Denny meminta pemerintah tak perlu serius menanggapi permohonan itu. Sebaliknya, pemerintah seharusnya mempercepat proses perizinan pemanggilan kepala daerah sebagai saksi atau tersangka kasus korupsi.
Ibrahim menambahkan, proses pemeriksaan pejabat daerah terkait kasus korupsi saat ini saja sudah berbelit-belit. Jadi, tak perlu lagi dipersulit.
Ia berpendapat, tuntutan kepala daerah untuk diperlakukan khusus itu (Kompas, 20/7), tidak lebih dari pertahanan politik. Ini berbahaya jika lingkup yudikatif dikaitkan dengan kekuasaan eksekutif. Idealnya, tak ada perbedaan prosedur pemeriksaan antara pejabat daerah dan warga lainnya.
Denny juga melihat persoalan ini secara positif. Kekhawatiran mereka kini menjadi tinggi. Kalau begitu, sebaiknya mereka bekerja dengan baik dan tak korupsi. Bukannya justru memanfaatkan birokrasi, ungkapnya.
Secara terpisah, advokat Bambang Widjojanto, Jumat di Jakarta, mengatakan, selama ini proses hukum di Indonesia tergolong lama, rumit, dan mahal. Karena itu, permohonan perlakuan khusus dari kepala daerah itu menjadi paradoks.
Bambang mengakui, memang kadang terjadi jeda yang lama antara satu pemeriksaan dan pemeriksaan lain dalam satu kasus. Jika kondisi itu terus terjadi, tentu mengganggu kinerja pejabat yang tengah diperiksa. Karena itu, proses hukum kasus korupsi harus dipercepat dan sederhana.
Sebaliknya, Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengaku dapat memahami permintaan kepala daerah dalam kasus korupsi itu. Izin khusus yang diterbitkan presiden untuk pemeriksaan kepala daerah selama ini juga tidak menghambat pemberantasan korupsi.
Menurut Kalla, permohonan itu didasari agar kepala daerah yang mengambil kebijakan untuk pembangunan daerahnya jangan dianggap melakukan korupsi.(jon/jos/har)
Sumber: Kompas, 21 Juli 2007