Perlindungan Saksi dan Korban Diperkuat

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kemarin meneken nota kesepahaman mengenai penguatan perlindungan dan bantuan hukum bagi pelapor, saksi, dan korban tindak pidana.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan nota kesepahaman itu mencakup tiga hal, yakni penguatan atas peraturan perundangan, keimigrasian, dan perlindungan atas pelapor kategori whistleblower. “Sudah diteken dan disaksikan menteri,” ujar Semendawai di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, kemarin.

Dalam penguatan peraturan, kedua pihak sepakat mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang LPSK. LPSK juga akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Keimigrasian untuk mempermudah perlindungan saksi di luar negeri.

Untuk melindungi pelapor dalam tahanan, LPSK akan bekerja sama dengan Direktur Lembaga Pemasyarakatan. “Agar keamanan saksi lebih terjamin," kata Semendawai. Selain itu, LPSK akan mendampingi saksi saat menjalani pemeriksaan atau memberi kesaksian.

Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kepolisian RI malah mempersoalkan kewenangan LPSK. Kuasa hukum Markas Besar Polri, Izha Fadri, menyatakan polisi khawatir bila kewenangan LPSK disalahgunakan para penjahat besar untuk berlindung.

"Sangat riskan dan akan menjadi preseden buruk bila orang yang berstatus tersangka turun statusnya menjadi saksi yang dilindungi," kata Izha saat membacakan jawaban termohon dalam sidang gugatan praperadilan penahanan Komisaris Jenderal Susno Duadji kemarin.

Namun kuasa hukum Susno, Henry Yosodiningrat, mengatakan undang-undang kepolisian yang mengatur perlindungan saksi dan korban. "Negara tidak akan membentuk LPSK kalau kewenangan itu ada di instansi lain." NALIA RIFIKA | PINGIT ARIA
 
Sumber: Koran Tempo, 7 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan