Perlawanan Susno Berlanjut Ke Mahkamah Konstitusi

Tim kuasa hukum Komisaris Jenderal Susno Duadji mengatakan tengah menyiapkan rencana untuk melakukan peninjauan ulang (judicial review) terhadap pasal-pasal yang disangkakan terhadap kliennya. Menurut mereka, pasal-pasal tersebut tidak memiliki landasan hukum lantaran belum diundangkan.

"Kami akan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Baru ancang-ancang," kata Zul Armain, salah satu pengacara Susno, ketika dihubungi Tempo kemarin.

Ada dua aturan yang digugat. Yang pertama adalah Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi dan Disiplin. Kedua adalah Peraturan Kepala Negara Republik Indonesia No. Pol: 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Armain menjelaskan, aturan yang dijadikan dasar hukum pemeriksaan Susno itu bukan hanya mengikat kalangan internal anggota Polri, tapi juga pihak eksternal. Karena itu, mereka berpendapat peraturan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peraturan internal kepolisian.

Untuk itu, kata Armain, aturan tersebut harus diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta ditempatkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara. Tanpa diundangkan oleh menteri terkait, ujar Armain, peraturan tersebut dinyatakan belum berlaku.

Alasan itu pulalah yang digunakan Susno ketika menolak diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri pada Jumat lalu. "Masak institusi seperti Polri mau memeriksa seseorang berdasarkan peraturan yang belum berlaku?" kata Henry Yosodiningrat, pengacara lain dalam tim pembela Susno.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengatakan Susno Duadji tetap akan diperiksa Divisi Profesi. "Bila tetap tidak mau, sidang untuk Susno tetap dapat dilakukan secara in-absentia. Prioritas pemeriksaan tidak boleh terganggu," Edward menjelaskan.

Edward menyimpulkan, peraturan yang ditolak Susno itu tetap bisa dijalankan karena memiliki kekuatan hukum yang mengikat. "Tidak ada alasan kalau menyebut peraturan ini tidak memiliki kekuatan hukum. Silakan saja, itu hak beliau, kami tidak mau berdebat," ujarnya. APRIARTO MUKTIADI | EVANA DEWI
 
Sumber: Koran Tempo, 29 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan