Perkara Gayus; KPK Hanya Supervisi dan Berkoordinasi

Komisi Pemberantasan Korupsi cenderung kurang antusias menangani kasus korupsi bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Gayus HP Tambunan. KPK hanya bisa berkoordinasi dan menyupervisi Kepolisian Negara RI dalam menangani kasus itu.

Wakil Ketua KPK M Jasin di Jakarta, Minggu (21/11), mengatakan, ”Untuk saat ini yang bisa dilakukan adalah koordinasi dan supervisi. Kecuali ada kasus baru lain yang bisa ditemukan atas penyalahgunaan wewenang oleh Gayus Tambunan yang merugikan keuangan negara.”

Setelah terbongkar keluar dari Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil Polri, Polri menetapkan Gayus Tambunan sebagai tersangka dalam penyuapan sembilan petugas Rutan Brimob. Kejaksaan Agung telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari Mabes Polri (Kompas, 20/11).

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto mengatakan, lembaganya hanya akan mengambil kasus Gayus kalau Polri tidak mampu lagi menanganinya. ”Kalau enggak mampu, kami ambil. Kalau mereka mampu menangani, ya silakan,” katanya.

Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) tetap mendesak agar kasus tersebut ditangani KPK. ”Banyak indikasi menunjukkan polisi tidak serius menangani perkara ini. Sebaiknya ditangani KPK,” kata peneliti ICW Donal Fariz dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu.

Menurut Donal, keluarnya Gayus dari Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok, beberapa waktu lalu, merupakan salah satu bukti ketidakseriusan Polri dalam menangani kasus itu.

Alasan lain mengapa kasus Gayus harus ditangani KPK karena banyak keganjilan selama kasus tersebut ditangani Polri. Kejanggalan paling menonjol dimulai dengan adanya desain sistematis untuk mengerdilkan perkara ini. Donal mempertanyakan, mengapa Gayus justru dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara hanya Rp 570.952.000 dan bukan pada kasus utama, yakni kepemilikan rekening Rp 28 miliar dan deposito Rp 75 miliar.

Koordinator Divisi Hukum ICW Febri Diansyah mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus memerintahkan Kepala Polri untuk bekerja sama dengan KPK.

Hal itu tersurat pada Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 tentang KPK, bahwa dalam hal KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan, Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK. (aik)
Sumber: Kompas, 22 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan