Perkara Abdullah Puteh Disidangkan Akhir Desember

Pengadilan Ad Hoc Korupsi akan menyidangkan perkara Abdullah Puteh pada akhir Desember, beberapa hari setelah Natal. Hal ini dilakukan karena para hakim tindak pidana korupsi sedang mempelajari berkas kasus itu. Sidang tersebut akan digelar secara maraton, tiga hingga empat kali seminggu.

Ada tiga alternatif lokasi persidangan, yaitu Gedung Uppindo Kuningan Jakarta Selatan, gedung di Tanang Abang, dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kami berharap di Gedung Uppindo, tapi karena izinnya masih diurus, mungkin sementara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dulu, ujar Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ridwan Mansyur, Senin (20/12).

Ia menjelaskan, berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), setelah diserahkannya berkas perkara, maka kewenangan yuridis beralih ke pengadilan ad hoc korupsi. Majelis hakim bisa memerintahkan penahanan lagi untuk 30 hari, yang jika diperlukan bisa diperpanjang paling lama 60 hari lagi.

Kasus ini menurut dakwaan bermula dari rapat kerja gubernur se-Sumatera di Palembang. Dalam pertemuan tersebut, Bram Manoppo selaku Direktur Utama PT Putra Pobiagan Mandiri mempresentasikan tentang helikopter buatan Rusia. Pada 28 Juni 2001, Puteh menandatangani letter of intent (LOI) yang isinya persetujuan bahwa Pemerintah NAD bermaksud membeli satu helikopter tipe MI-2 VIP cabin versi sipil.

Dana pembelian helikopter itu sebenarnya belum ada. DPRD NAD juga belum menyetujui pembelian itu. Namun, Puteh pada 2 Agustus menyurati bupati dan wali kota se-NAD, yang isinya meminta agar tambahan dana perlakuan khusus dipakai untuk pembelian helikopter itu. Padahal, dana perlakuan khusus mestinya cuma untuk belanja pegawai dan nonpegawai.

Pada 7 Agustus 2001, terdakwa melakukan pertemuan dengan bupati/wali kota se-NAD dengan dihadiri Ketua DPRD di pendopo Gubernur NAD. Dalam acara itu, Puteh meminta para bupati/wali kota menandatangani surat pernyataan mengenai persetujuan dana special treatment yang ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan, di mana bagian penerimaan pemerintah kota/kabupaten dipotong masing-masing Rp 700 juta untuk pembayaran helikopter.

Thantawi Ishak, Sekretaris Daerah Provinsi NAD, pada 24 September 2001 menerbitkan keputusan gubernur tentang otorisasi anggaran belanja rutin yang memuat pemotongan langsung dana bantuan khusus senilai Rp 700 juta untuk biaya pembelian helikopter. Dari 13 kota/kabupaten se-Provinsi NAD terkumpul dana Rp 35 miliar. Dari dana perlakuan khusus yang dipotong, langsung diperoleh dana Rp 9,1 miliar. Dana itu tidak dimasukkan ke perubahan APBD. Inilah yang dianggap pelanggaran mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.(VIN)

Sumber: Kompas, 21 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan