Perjanjian Ekstradisi dengan Korea Selatan Diratifikasi

Dewan Perwakilan Rakyat sepakat meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Korea Selatan. Panitia Khusus Ratifikasi Komisi Pertahanan DPR dan pemerintah akan mengajukannya ke Badan Musyawarah agar dijadwalkan ke sidang paripurna.

Di tingkat I (Panitia Khusus) sudah selesai, tinggal melapor ke Bamus (Badan Musyawarah DPR), kata Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Korea Selatan, Tosari Widjaya, di gedung MPR/DPR kemarin.

Menurut Tosari, Indonesia terlambat tujuh tahun meratifikasi perjanjian ini. DPR baru menerima berkas perjanjian ekstradisi dari pemerintah dua tahun lalu. Keterlambatan itu, kata dia, akibat masalah administratif DPR.

Mungkin badan legislasi belum memprioritaskan, atau Sekretaris Jenderal DPR terlambat menyampaikan kepada pimpinan, katanya. Tidak ada alasan politis.

Anggota Panitia Khusus dari Fraksi PDI Perjuangan, Sidharto Danusubroto, mempertanyakan alasan keterlambatan pengajuan ratifikasi ke DPR. Alasannya, parlemen Korea Selatan telah meratifikasi perjanjian enam tahun lalu.

Menurut Sidharto, perjanjian ini berisi ketentuan tentang kejahatan lintas batas negara, seperti pencucian uang dan korupsi. Kalau diteken dari dulu, Sejak awal para koruptor tidak lari ke Korea Selatan, katanya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata mengatakan keterlambatan penyerahan perjanjian ekstradisi akibat pergantian pemimpin negara dan agenda padat pemerintah. Namun, ia menganggap penting ratifikasi ini.

Aturan ekstradisi akan menjadi landasan hukum proses pelanggaran hukum oleh warga negara asing. Sebelumnya, Indonesia telah meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Malaysia, Thailand, Filipina, Hong Kong, dan Australia. Apakah ada buron Bantuan Likuiditas Bank Indonesia di Korea Selatan? Tanya saja ke Jaksa Agung, katanya. ALDIEN HAEKALANI | RADEN RACHMAD

Sumber: Koran Tempo, 6 September 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan