Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia Naik

Modal minimum untuk memulai usaha di Indonesia lebih mahal dibanding negara Asia.

Kemudahan berusaha di Indonesia menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Laporan Bank Dunia dan International Finance Company bertajuk Doing Business 2008 menyebutkan, dari 178 negara, kemudahan berbisnis di Indonesia menempati peringkat ke-123. Peringkat ini membaik dibanding sebelumnya, yakni ke-135 pada tahun lalu.

Kedua lembaga internasional tersebut menilai Indonesia, bersama Cina, Mesir, Turki, India, dan Vietnam, merupakan negara yang berhasil mereformasi kemudahan berbisnis. Perlindungan investor di Indonesia dianggap terus membaik dan informasi mendapatkan kredit juga semakin mudah.

Kenaikan peringkat ini juga karena stabilnya makroekonomi, peluncuran tiga paket kebijakan pada 2006, paket kebijakan sektor riil Juni lalu, serta disahkannya Undang-Undang Penanaman Modal dan Administrasi Pajak, ujar Kepala Ekonom Bank Dunia P.S. Srinivasan di Jakarta kemarin.

Namun, indikator memulai usaha di Tanah Air justru memburuk dibanding tahun lalu. Indonesia, bersama Bangladesh, Suriah, dan Rumania, dianggap belum melakukan reformasi yang memadai (negatif reformasi).

Bank Dunia menilai 105 hari yang diperlukan untuk memulai suatu usaha di Indonesia jauh lebih lama dibanding negara tetangga--apalagi angka ini ternyata bertambah dibanding tahun lalu, yang hanya 97 hari. Bandingkan dengan Laos 103 hari, Kamboja 86 hari, Vietnam 50 hari, Malaysia 24 hari, dan Singapura 5 hari, tutur Srinivasan.

Modal minimum yang dibutuhkan untuk memulai usaha di Indonesia juga jauh lebih mahal dibanding negara Asia. Hal ini terlihat dari rasio modal terhadap pendapatan per kapita di Indonesia sebesar 38,44 persen, sedangkan Malaysia hanya 0,01 persen. Vietnam, Thailand, dan Singapura sepenuhnya telah menghapus ambang batas ini, ucapnya.

Secara keseluruhan, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia juga masih kalah jauh dibanding negara tetangga, seperti Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam, bahkan Sri Langka. Singapura dianggap yang paling mudah untuk menjalankan bisnis. Dalam dua tahun berturut-turut sejak 2006, Singapura menempati peringkat pertama.

Bank Dunia menyebutkan peringkat kemudahan berusaha itu memang tidak mencakup semua hal dalam aspek investasi, karena ruang lingkupnya hanya terbatas pada regulasi berusaha. Perhitungan peringkat tidak memperhitungkan kualitas infrastruktur, perlindungan hak milik dari pencurian, transparansi pengadaan barang pemerintah, dan tidak mencerminkan kondisi makroekonomi suatu negara. Tapi peringkat yang tinggi menunjukkan pemerintah negara yang bersangkutan berhasil menciptakan regulasi yang mendorong iklim berusaha semakin kondusif.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Joachim von Amsberg, menilai Indonesia harus sesegera mungkin melakukan reformasi untuk mengatasi ketertinggalan dari negara tetangga yang mendapat peringkat lebih tinggi. Indonesia harus lari lebih kencang lagi karena negara lain juga melakukan hal yang sama, ujarnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Investasi Chris Kanter menuturkan pemerintah jangan berpuas diri dulu dengan kenaikan peringkat itu. Sebaliknya, kata dia, pemerintah tidak bisa berdiam diri karena hasil survei ini merupakan pemicu agar lebih keras lagi melakukan reformasi.

Menurut ekonom Center for Strategic and International Studies, Pande Radja Silalahi, kenaikan peringkat ini harus bisa dimanfaatkan pemerintah untuk berpromosi mengundang investor masuk. Sedangkan reformasi yang diutamakan adalah reformasi hukum. Secara politis, pemerintah dan kaum oposisi mendukung program reformasi. Tinggal bagaimana mengamankannya hingga level operasional, katanya. RR ARIYANI

Sumber: Koran Tempo, 27 September 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan