Periksa Semua Penerima DAU; Jangan Timbul Kesan Ada Rivalitas Kelembagaan
Sejumlah kalangan mendesak Kejaksaan Agung memeriksa semua penerima dana abadi umat. Kejaksaan tidak boleh diskriminatif dengan hanya menyidik tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan, salah satu di antaranya Khairiansyah Salman.
Desakan tersebut dikemukakan Direktur Eksekutif Masyarakat Transparansi Indonesia Agung Hendarto dan ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Indriyanto Seno Adji, saat dihubungi Sabtu (26/11).
Penerima DAU lainnya harus segera diperlakukan seperti Khairiansyah. Jika hal itu tidak dilakukan, berarti memang benar sinyalemen masyarakat tentang rivalitas kelembagaan penegakan hukum. Kejaksaan sebaiknya jangan bersikap diskriminatif, ujar Indriyanto.
Kasus DAU merupakan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji pada kurun 2001-2005. Penyalahgunaan DAU menyebabkan negara rugi Rp 700 miliar. Sejumlah pejabat ditengarai sempat menikmati dana itu. Bahkan, dalam sidang pertama perkara penyimpangan DAU disebutkan bahwa dana efisiensi BPIH antara lain digunakan untuk membiayai anggota Komisi VI DPR 1999- 2004 memantau penyelenggaraan haji. Bahkan, para anggota DPR juga berkunjung ke Jerusalem, Roma, dan negara lain. Selain DAU digunakan untuk membiayai 36 anggota Komisi VI DPR, juga disebutkan digunakan untuk pembayaran tiket pesawat istri seorang menteri ke Arab Saudi, biaya umroh, dan living cost sorang pejabat Sekretariat DPR, empat anak seorang pejabat tinggi, dan pembiayaan liputan televisi.
Pekan lalu, kejaksaan menetapkan Khairiansyah Salman sebagai tersangka dalam kasus korupsi DAU. Selain Khairiansyah, tiga auditor lain, yaitu Tuhari Sawanto, Heriansyah, dan Mukrom A, juga diperiksa. Rencana kejaksaan memeriksa keempat orang tersebut muncul beberapa hari setelah Khairiansyah menerima penghargaan Integrity Award dari Transparency International.
Menurut Agung, peristiwa yang menimpa Khairiansyah sangat ironis. Ia menengarai saat ini terdapat sebuah gerakan besar untuk mematikan gerakan antikorupsi. ”Ini sebuah kemunduran yang luar biasa. Ini yang perlu diwaspadai,” katanya.
Dia mengemukakan, kejaksaan tak boleh bersikap diskriminatif dalam mengusut korupsi DAU. Semua penikmat DAU harus diproses, apalagi banyak orang yang menikmati DAU dalam jumlah yang lebih besar daripada yang disangkakan kepada Khairiansyah, ujar Agung.
Beberapa waktu lalu, Hendarman Supandji mengatakan, pengusutan Khairiansyah dan tiga auditor BPK lainnya dilakukan karena kejaksaan memiliki tanda bukti pembayaran. Dengan demikian, perbuatan mereka menerima uang memenuhi unsur kesengajaan (opzet). Menurut dia, BPK sudah tahu tujuan penggunaan DAU, tetapi bersedia menerima uang tersebut (Kompas, 21/11).
Menurut Indriyanto, persyaratan pokok menjadi subyek tindak pidana korupsi bukan hanya opzet. Yang terpenting, kata dia, pihak-pihak tersebut menerima DAU. Lagi pula para pemangku jabatan strategis yang turut menikmati DAU tidak mungkin tak mengetahui dana tersebut berasal dari DAU. (ana)
Sumber: Kompas, 28 November 2005