Perbaiki Tata Kelola Dana Pendidikan Di Lingkungan Pemprov DKI Jakarta

Release ICW

Pasangan gubernur dan wakil gubernur baru DKI Jakarta Jokowi-Ahok harus meningkatkan kualitas tata kelola dana pendidikan di DKI Jakarta. Hal ini dilakukan untuk menekan kebocoran dan penyelewengan anggaran pendidikan DKI Jakarta sekaligus untuk meningkatkan performa indikator pendidikan. Meski penyelenggaraan pendidikan di DKI Jakarta didukung oleh dana yang besar, Rp 9,78 triliun tahun 2012, akan tetapi masih banyak dijumpai anak putus sekolah, gedung dan sarana dan prasarana sekolah yang rusak, ataupun keluhan tentang kesejahteraan guru.

Perbaikan tata kelola ini dilakukan melalui peningkatan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan ditingkat birokrasi dan sekolah. Jika hal ini tidak dilakukan maka program kartu pintar yang dikampanyekan Jokowi-Ahok pada pilgub terdahulu tidak akan berjalan dengan baik. Dana yang dikucurkan untuk kartu pintar akan bocor dibirokrasi pendidikan atau ditingkat sekolah. Pasalnya, dengan diberlakukannya kartu pintar di lngkungan DKI Jakarta, otomatis akan meningkatkan aliran dana pendidikan ke sekolah-sekolah maupun dinas pendidikan di DKI Jakarta, namun jika tidak dibarengi dengan tata kelola yang baik di tingkat sekolah maupun dinas pendidikan maka hanya akan menghambur-hambirkan dana pendidikan karena inefisiensi/pemborosan dana pendidikan.

Oleh karena itu sebagai bentuk dukungan pada upaya peningkatkan transparansi Gubernur DKI Jakarta baru mencabut SK Gubernur No. 1971 Tahun 2011 tentang Informasi yang dikecualikan (dirahasiakan) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. SK yang ditetapkan oleh gubernur sebelumnya, menyatakan bahwa dokumen pertanggungjawaban keuangan daerah seperti SPJ (Surat Pertanggungjawaban Keuangan), tiket, kwitansi, bukti pembayaran, dokumen lelang, kontrak atau SPK (Surat Perjanjian Kerjasama) pengadaan barang dan jasa dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan dan tidak dapat diakses oleh publik (informasi rahasia).

Selain itu, upaya peningkatkan transparansi perlu didukung oleh partisipasi oleh masyarakat dan orang tua murid. Partisipasi masyarakat ini perlu diperkuat melalui peningkatan kualitas kelembagaan dan kapasitas komite sekolah. Pemprov DKI Jakarta dibawah pemimpin baru sebaiknya menetapkan kebijakan dan anggaran untuk memperkuat hal tersebut. Keberlanjutan transparansi dana pendidikan disekolah dan birokrasi tidak akan terjadi jika komite sekolah tidak memiliki kelembagaan dan kapasitas yang baik.

Sebagaimana diketahui, alokasi dana untuk pendidikan di DKI Jakarta setiap tahunnya terus meningkat, pada tahun 2010 sebesar Rp 5,46 triliun (dari 24,67 triliun), tahun 2011 sebesar Rp. 7,54 Triliun (dari total APBD 33 triliun), kemudian pada 2012 meningkat menjadi Rp. 9,78 Triliun. Peningkatan anggaran pendidikan ini seharusnya berbanding lurus dengan akses terhadap pendidikan dan juga kualitas pendidikan di DKI Jakarta.

Namun kenyataanya akses terhadap pendidikan di DKI Jakarta masih rendah buktinya masih sering kita jumpai anak-anak usia sekolah yang berkeliaran dijalan-jalan pada jam sekolah, hal ini salah satunya disebabkan masih banyaknya pungutan di lingkungan sekolah yang membebankan orang tua. Selain itu kualitas pendidikan di lingkungan DKI Jakarta juga belum merata, dalam hal sarana prasarana, masih banyak sekolah yang tidak sesuai dengan standar sarana dan prasarana jika mengacu pada permendiknas 24 tahun 2007 standar sarana dan prasaran sekolah. Sehingga masih banyak sekolah-sekolah tertentu yang menjadi rebutan orang tua murid dibandingkan sekolah lainnya. Pada akhirnya dampak dari perbedaan sarana dan prasarana ini juga berakibat kepada pengguna fasilitas pendidikan dimana sebagian besar masyarakat miskin hanya dapat mengakses sekolah-sekolah dengan kualitas yang rendah dikarenakan sekolah dengan kualitas yang baik seperti sekolah RSBI mengharuskan orang tua murid mengeluarkan uang lebih banyak dari kantongnya.

BOS dan BOP
Sebenarnya sudah banyak kebijakan dan program yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan. Dari APBN setiap sekolah diberikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang besarnya bervariasi, dari SD yaitu Rp. 580.000/siswa/pertahun, SMP Rp. 710.000/siswa/pertahun. Sedangkan untuk DKI Jakarta pemda juga memberikan dana BOP (Bantuan Operasional Siswa) yang cukup besar, yaitu:

  1. TKN, SD/MI Negeri dan Swasta sebesar Rp. 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) per peserta didik perbulan;
  2. SMP/MTs Negeri dan Swasta serta SMPT sebesar Rp. 110.000,- (seratus sepuluh ribu rupiah) per peserta didik perbulan;
  3. SMA/MA Negeri sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) per peserta didik perbulan;
  4. SMA/MA Swasta sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) untuk 20 % dari jumlah peserta didik perbulan;
  5. SMKN sebesar : 1) Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) untuk kelompok program Bisnis dan Manajemen per peserta didik perbulan; 2) Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk kelompok program Pariwisata/Seni per peserta didik perbulan; 3) Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) untuk program Teknologi/Kesehatan/Pertanian per peserta didik perbulan;
  6. SMK Swasta sebagaimana huruf e untuk 20 % dari jumlah peserta didik perbulan;
  7. SLBN sebesar Rp. 223.000,- (dua ratus dua puluh tiga ribu rupiah) per peserta didik perbulan.

Namun, banyaknya dana yang dialokasikan untuk pendidikan di lingkungan DKI Jakarta ternyata tidak sebanding dengan penurunan berbagai pungutan yang terjadi di sekolah-sekolah di DKI Jakarta. Menurut data posko PSB 2012 yang diterima oleh ICW, kasus pungutan yang terjadi di Jakarta ada sekitar 19 kasus yang berasal DKI Jakarta. Kesembilanbelas kasus tersebut diantaranya pungutan berupa uang formulir yang mencapai 50 ribu persiswa, uang sumbangan pendidikanberkisar antara 4-7 juta, hingga uang yang harus dikeluarkan orang tua untuk menebus ijaza anaknya.

Seharusnya, dengan dana-dana yang ada, pihak sekolah maupun dinas pendidikan di DKI dapat menggunakannya dengan efektif dan efisien, tidak ada lagi pungutan-pungutan yang membebani peserta didik yang akan menghambat seseorang untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan serta sarana dan prasarana yang baik bagi seluruh masyarakat.

Febri Hendri A.A. (MPP-ICW, 0812147502175)
Siti Juliantari Rachman (MPP-ICW, 085694002003)
Jumono (APPI, 085215327964)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan