Peraturan Seleksi Hakim Libatkan Pakar

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mengatakan, draf rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) seleksi ulang hakim agung melibatkan pihak luar, seperti akademisi dan pengamat di bidang hukum serta mantan hakim agung yang dianggap kredibel.

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mengatakan, draf rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) seleksi ulang hakim agung melibatkan pihak luar, seperti akademisi dan pengamat di bidang hukum serta mantan hakim agung yang dianggap kredibel.

Menurut dia, dilibatkannya pihak luar dalam penyusunan draf rancangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Meski tidak ingat pasalnya, Busyro mengatakan, salah satu pasal undang-undang itu menyebutkan bahwa sebagai lembaga publik Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Artinya, semua kebijakan Komisi Yudisial harus merepresentasikan unsur-unsur publik sehingga pihak luar, dalam hal ini pakar yang kompeten di bidang hukum, perlu dilibatkan, kata Busyro saat dihubungi Minggu lalu. Selain berdasarkan undang-undang, kata dia, alasannya adalah visi Komisi Yudisial, yakni mewujudkan sistem yang prodemokrasi.

Busyro mengatakan, keberadaan perpu itu masih dalam tahap pembentukan. Perpu itu berisi antara lain prinsip-prinsip profesionalisme. Di antaranya, kata Busyro, kriteria integritas hakim yang dilihat dari pelaporan masyarakat dan rekam jejak kualitas hakim.

Perpu itu juga menyoroti profesionalitas kerja hakim yang dinilai dari konsistensi dalam membuat putusan. Hal itu disesuaikan dengan prinsip-prinsip profesionalisme, misalnya kualitas keilmuan dan kemampuan menerjemahkan fakta dengan doktrin aturan hukum.

Tapi hakim Pengadilan Negeri Medan, Binsar Gultom, menilai Komisi Yudisial telah melanggar undang-undangnya sendiri. Menurut dia, keterlibatan pihak luar tidak diatur dalam Undang-Undang Komisi Yudisial. Tidak ada satu pun kata yang menganjurkan seleksi hakim agung melibatkan pihak luar, ujarnya.

Binsar mengatakan, Pasal 38 Undang-Undang Komisi Yudisial menyebutkan bahwa pertanggungjawaban itu terkait dengan anggaran dan fungsi pengawasan. Karena itu, kata dia, terbitnya perpu harus disikapi hati-hati.

Binsar mengusulkan, agar lebih bergigi, Komisi Yudisial mengusulkan perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 itu. Agar fungsinya tegas, ujarnya. RENGGA DAMAYANTI | SUKMA LOPPIES

Sumber: Koran Tempo, 17 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan