Penyuap Masih Bebas; Hamka 2,5 Tahun, Dudhie dan Udju 2 Tahun, Endin 1 Tahun 3 Bulan

Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (17/5), menghukum empat anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Meski keempat penerima cek perjalanan itu dihukum, hingga saat ini yang diduga sebagai pemberi cek itu masih melenggang.

Mereka yang diduga memberikan cek perjalanan, yakni Direktur PT Wahana Esa Sejati Arie Malangjudo dan pemilik PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaeti, belum dijerat pidana.

Mantan anggota DPR yang dihukum penjara adalah Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar) selama 2,5 tahun, Dudhie Makmun Murod (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/ Polri) masing-masing dua tahun, serta Endien EJ Soefihara (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan) selama satu tahun tiga bulan. Mereka dinyatakan terbukti menerima hadiah (cek perjalan) dalam kaitannya dengan pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Dalam sidang terpisah, majelis hakim menilai, Hamka, Dudhie, Endien, dan Udju terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Sebagai penyelenggara negara, mereka menerima hadiah berupa cek perjalanan yang patut diduga atau diketahui diberikan karena kewenangan atau jabatan yang mereka miliki.

Hamka, Endien, dan Udju menerima 10 lembar cek perjalanan masing-masing senilai Rp 50 juta (total Rp 500 juta). Dudhie menerima Rp 1 miliar.

Udju, Dudhie, Hamka, dan Endien menerima cek perjalanan itu dari Arie dalam jumlah tertentu untuk dibagi-bagikan kepada anggota fraksi yang lain.

Majelis hakim dengan terdakwa Dudhie menegaskan, hakim tak sependapat dengan dakwaan pertama jaksa yang mengacu pada tindakan terdakwa tergolong penyuapan pasif. Terjadinya penyuapan pasif mensyaratkan ada penyuapan aktif yang dalam konstruksi jaksa dilakukan Arie dan Nunun.

Namun, majelis hakim menilai, tidak diperoleh dalam fakta persidangan terjadinya penyuapan aktif atau setidaknya penuntutan penyuapan aktif oleh Nunun. Jaksa pun gagal menghadirkan Nunun di persidangan.

Seorang anggota majelis hakim dalam perkara Hamka, Andi Bahtiar, mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Ia tidak sependapat dengan putusan majelis yang menyatakan, anggota Golkar lain dinyatakan turut serta melakukan korupsi bersama Hamka. Anggota F-PG lain tidak mengetahui dari mana dan untuk kepentingan apa Hamka memberikan cek perjalanan itu.

Menurut Andi, yang termasuk orang yang melakukan korupsi bersama dengan terdakwa justru Nunun dan Arie. Keduanya bisa dijerat dengan pidana turut serta sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (ana)

Sumber: Kompas, 18 Mei 2010
------------------
Terberat, Hamka Kena 30 Bulan Penjara
Vonis Empat Terdakwa Kasus Suap Cek Perjalanan
Empat terdakwa dalam kasus suap penerimaan cek perjalanan (travelers cheque) atas pemenangan Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia (DGS BI) pada 2004 kemarin (17/5) divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Mereka adalah Udju Djuhaeri, Endin A.J. Soefihara, Dudhie Makmun Murod, dan Hamka Yandhu Y.R.

Hamka Yandhu mendapat hukuman lebih berat daripada tiga terdakwa lainnya. Dia divonis dua tahun enam bulan kurungan dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara. Dudhie Makmun Murod dan Udju dijatuhi hukuman dua tahun penjara serta denda Rp 100 juta subsider tiga bulan. Sementara itu, Endin divonis satu tahun tiga bulan penjara.

Udju dan Endin menghadapi sidang putusan lebih dulu. Keduanya terbukti bertindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai anggota dewan dengan menerima duit suap berupa cek. Udju terbukti menerima 10 lembar cek perjalanan senilai Rp 500 juta. Begitu pula terdakwa Endin. Keduanya menerima duit suap tersebut dari saksi Arie Malang Judo, staf Nunun Nurbaeti.

Dudhie menjalani sidang setelah Udju dan Endin. Menurut majelis hakim, terdakwa Dudhie terbukti menerima cek perjalanan senilai Rp 9,8 miliar dari saksi Nunun Nurbaeti melalui Arie Malang Judo. ''Ditambah Rp 500 juta melalui kliring yang dikirimkan ke rekening atas nama terdakwa yang dicairkan staf PDIP bernama Dila,'' tutur majelis hakim.

Majelis mengkritik jaksa penuntut umum (JPU) yang gagal menghadirkan saksi Nunun setelah dipanggil tiga kali. JPU juga menolak membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Nunun. ''Karena itu, majelis akan mengungkap kembali pembicaraan antara Arie Malang Judo dan Nunun Nurbaeti pada Juni 2004,'' ujar anggota majelis hakim Slamet Subagyo.

Absennya Nunun, yang diduga sebagai penyuap aktif, membuat majelis tidak mempertimbangkan dakwaan pertama dalam putusan. Dakwaan pertama, pasal 5 ayat (2) dalam UU Tipikor, tidak bisa dikenakan pada terdakwa karena penyuap aktif belum ditindak. ''Selain itu, terdakwa tidak secara aktif menerima suap, melainkan atas perintah Sekjen Fraksi PDIP Panda Nababan,'' ungkap anggota majelis hakim Herdi Agustien.

Saat sidang pembacaan vonis Hamka Yandhu, hakim anggota Andi Bachtiar membeberkan bahwa setidaknya ada delapan fakta hukum dalam sidang yang bisa menetapkan Nunun Nurbaeti (istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun) sebagai tersangka pemberi suap. Dia mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Empat hakim lainnya tidak menyatakan Nunun sebagai pelaku bersama Hamka Yandhu dalam memberikan cek perjalanan senilai Rp 7,3 miliar kepada anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi IX DPR periode 1999-2004. (ken/c5/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 18 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan