Penyimpangan Dana di RSU Sumedang

RSU Kab. Sumedang diduga telah melakukan penyimpangan penggunaan dana Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Bidang Kesehatan tahun 2003. Dugaan itu berdasarkan laporan hasil audit kinerja yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

Menurut hasil audit BPKP, RSU yang menerima dana PKPS BBM tahun 2003 sebesar Rp 765.027.000, 62,18% dari dana itu digunakan tidak sesuai kriteria yang ditetapkan. Seperti RSU mengklaim dana PKPS BBM untuk pelayanan yang telah diberikan pada tahun 2002 dan klaim penggunaan darah di luar tarif Paket Pelayanan Esensial (PPE).

Kemudian RSU menerapkan klaim berdasarkan tarif PPE, tetapi tidak sesuai pedoman PKPS BBM yang seharusnya setara dengan biaya pelayanan kelas III dan klaim berdasarkan pelayanan nyata (service cost) yang benar-benar diberikan, bukan berdasarkan paket. Menanggapi dugaan tersebut, Ketua DPRD Sumedang Drs. H. Endang Sukandar mengatakan pihak dewan akan meminta penjelasan seputar masalah tersebut dari Direktur RSU Sumedang melalui bupati.

Apabila benar terjadi penyimpangan, pihak dewan bisa saja meminta bupati memberikan sanksi berdasarkan ketentuan PP 30 tentang disiplin pegawai negeri dan menyetop budget anggaran dari APBD kabupaten kepada RSU Sumedang. Namun, untuk menyetop budget anggaran ini, kami harus berhati-hati sekali, terutama bagaimana dampaknya untuk kepentingan pelayanan terhadap masyarakat. Jangan sampai akibat disetopnya angaran ini mengakibatkan kerugian bagi pelayanan pada masyarakat, ujar Endang.

Bupati Sumedang Don Murdono, S.H., M.Si. ketika dikonfirmasi PR melalui telefon, menyebutkan bahwa dia memang sudah menerima laporan dari BPKP tersebut dan akan memintakan klarifikasi dari direktur RSU. Jika benar terjadi penyimpangan, bupati akan memberi sanksi. Sanksi itu bisa berupa administratif, bisa juga diproses secara hukum, bergantung kesalahannya.

Dibantah

Adanya dugaan penyimpangan dana tersebut dibantah Direktur RSU setempat, Hj. Tuty Sugiharti Djamhur. Menurutnya, BPKP tidak menyebutkan adanya penyimpangan dana tersebut yang ada perbedaan persepsi tentang penggunaan tarif berdasarkan Paket Pelayanan Esensial (PPE) antara pihak BPKP dan pihak RSU Sumedang.

Menurut Tuty, berdasarkan pedoman dan petunjuk teknis serta sosialisasi dari Depkes, penggunaan tarif PPE yang diberlakukan di RSU sesuai dengan pelayanan nyata (service cost) yang diberikan kepada pasien keluarga miskin (gakin). Seperti tarif jasa dalam PPE dimaksud termasuk jasa atas pemeriksaan dokter dan pelayanan lainnya seperti pelayanan laboratorium dihitung berdasarkan harga riil.

Demikian juga standar pelayanan yang diberikan kepada gakin. Hal itu dilakukan, kata Tuty, agar program tersebut tidak membebani lagi ke RSU. Jika disetarakan dengan kelas III, berarti RSU harus memberikan lagi subsidi, mengingat untuk standar pelayanan kelas II dan kelas III, RSU selama ini menyubsidi silang dari pasien di kelas satu.

Untuk pelayanan terhadap gakin ini, kata Tuty, pada tahun anggaran 2003 pihaknya telah mengeluarkan dana Rp 2,4 miliar. Jika dikurangi bantuan dari PKPS BBM Rp 765 juta lebih ditambah bantuan Provinsi Jawa Barat Rp 224 juta dan dari perubahan APBD kabupaten tahun 2003 sebesar Rp 350 juta, RSU masih menombok Rp 1,339 miliar.

Justru kami kebobolan dan sekarang untuk tahun 2004, untuk gakin ini sudah dikeluarkan dana Rp 500 juta, ujar Tuty yang ditemui PR di ruang kerjanya, Senin (24/5). Berkaitan dengan gandanya biaya untuk transfusi darah, menurut Tuty, hal itu terjadi untuk pasien gakin yang menderita thalasemia.

Pada transfusi darah pertama digunakan dana dalam PPE itu, sedangkan penderita harus terus mendapat transfusi darah sehingga dananya termasuk untuk pembayaran darah ke PMI, kata Tuty saat dimintakan klaim kembali.(E-24)

Sumber: Pikiran Rakyat online, 25 Mei 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan