Penyidikan Mandiri Dinilai Lamban, Didemo

Puluhan orang dari LBH BUMN kemarin mendatangi Gedung Kejagung di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta. Mereka berunjuk rasa sekaligus menanyakan penanganan dugaan kredit macet Bank Mandiri dan kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang dinilai lamban.

Pengunjuk rasa mengawali aksinya dengan menggelar happening art jalannya persidangan tersangka korupsi. Sang koruptor diikat kakinya menggunakan rantai dan bandul besi. Lalu, dia dimasukkan dalam miniatur penjara yang terbuat dari kardus ukuran televisi.

Kami masukkan koruptor dalam penjara bersama seekor ayam yang terkena flu burung, ujar seorang pengunjuk rasa yang berperan sebagai hakim. Sejurus kemudian, sang koruptor pun mendekam di penjara sambil menggendong seekor ayam. Sebagian pengunjuk rasa tampak cekikikan melihat adegan lucu itu.

Setelah happening art, pengunjuk rasa membentangkan spanduk yang intinya meminta ketegasan kejaksaan. Spanduk itu bertulisan Pangkas, Adili, dan Penjarakan Maling Uang Rakyat serta Seret Pejabat Penilap Uang Rakyat.

Ketua Dewan Pendiri LBH BUMN F.X. Arief Poyuono dalam orasinya mendesak agar Kejagung mengusut tuntas kasus kredit macet Bank Mandiri dan BLBI. Dia menyayangkan sikap penyidik yang setengah hati menangani dua kasus tersebut. Padahal, hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyimpulkan adanya indikasi kerugian negara atas dua kasus tersebut.

Mengapa baru empat perusahaan yang disidik? Bukankah BPK sudah menyerahkan 28 daftar perusahaan yang punya kredit macet di Bank Mandiri? kata Arief dalam orasinya.

Dia juga menyoroti macetnya penyidikan sejumlah kredit pada perusahaan yang punya kedekatan dengan sejumlah pejabat. Misalnya, PT Semen Bosowa Maros Rp 1,44 triliun; PT Bakrie Telecom (Rp 472,02 miliar); dan kredit macet PT Arutmin (USD 88,11 juta). Bisa jadi penyidikan kasus mereka dihentikan gara-gara perusahaan tersebut dimiliki orang penting, tegasnya.

Arief juga menyesalkan penyidik kejaksaan yang bersikap diskriminatif dengan tidak menetapkan mantan petinggi Bank Mandiri sebagai tersangka. Padahal, mereka juga berperan menyetujui pencairan kredit macet tersebut. Siapa mereka? Tentunya semua tahu mereka, katanya.

Lebih jauh dia menyatakan, penahanan tiga mantan direksi Bank Mandiri, E.C.W. Neloe dkk, seolah menunjukkan keseriusan dalam memberantas kasus tersebut. Namun, terasa ada kejanggalan dalam pengusutan kasus kredit macet di bank milik pemerintah itu.

Dalam pernyataan sikapnya, LBH BUMN meminta agar kejaksaan menyidik, menangkap, serta mengusut tuntas para debitor bermasalah dalam kredit macet bank tersebut. Juga, mengusut tuntas kasus BLBI yang membawa lari uang rakyat.

Aksi itu ditutup dengan penyerahan beberapa alat pembersih toilet seperti sikat kamar mandi dan sapu lidi kepada petugas Keamanan Dalam (Kamdal) Kejagung. Sebagian massa tampak kecewa karena tak ditemui seorang pun pejabat Kejaksaan Agung. Kapuspenkum R.J. Soehandoyo sedang berada di Denpasar. Mereka melanjutkan aksinya menuju Istana Negara.

Sebagaimana diberitakan, penyidikan dugaan kredit macet Bank Mandiri ditangani Kejagung. Ada empat kasus yang sudah memasuki tahap penuntasan. Yakni, kredit macet PT Lativi Media Media Karya (Rp 328,52 miliar), PT Cipta Graha Nusantara (Rp 160 miliar), PT Artha Bhama Textindo (USD 3,64 juta), dan PT Siak Zamrud Pusaka (Rp 24,78 miliar). Selain itu, kredit macet PT Batavindo Kridanusa (Rp 54,05 miliar) dan PT Domba Mas Agrointi Prima (USD 76,51 miliar). Di antara sejumlah kasus tersebut, hanya PT Lativi, PT Cipta Graha Nusantara, serta PT Siak yang telah ditetapkan tersangkanya dan berkasnya siap dilimpahkan ke pengadilan. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 28 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan