Penyidik Buru Harta Gayus di Hongkong dan Singapura

Polri Bentuk Tim Khusus

Pundi-pundi uang Gayus Tambunan satu demi satu ditelusuri polisi. Setelah berhasil menyita uang dan emas senilai Rp 74 miliar, penyidik kini mencari aset lain yang dimiliki pecatan pegawai Ditjen Pajak itu. Diduga, Gayus punya simpanan harta di luar negeri.

''Kami sedang mempersiapkan tim untuk ke Hongkong dan Singapura untuk mencari aset itu,'' ujar seorang penyidik kepada Jawa Pos kemarin (17/6).

Gayus diduga membuka akun di beberapa bank di Hongkong. ''Kami sedang mengurus administrasi persuratan yang dibutuhkan,'' katanya.

Informasi bahwa Gayus punya aset lain di luar negeri didapatkan penyidik dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Kementerian Keuangan. ''Apakah ada isinya atau sudah dicairkan, itu yang masih akan diverifikasi,'' ungkap sumber yang namanya enggan dikorankan itu.

Di tempat terpisah, Direktur III Pidana Korupsi dan White Collar Crime Mabes Polri Brigjen Yovianus Mahar belum bersedia menjelaskan secara detail soal penelusuran aset Gayus di luar negeri itu. ''Kami memang sedang mengusahakan dengan cara khusus untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas. Tapi, detailnya belum bisa kami jelaskan,'' jelasnya.

Mantan Kapolres Ngawi, Jawa Timur, tersebut berdalih, jika informasi polisi dibeberkan, pengusutan yang masih berlangsung akan terganggu. ''Intinya, kami akan cek lagi dan cari aset-aset itu,'' tuturnya.

Sementara itu, di Mabes Polri, Kadivhumas Irjen Edward Aritonang menjelaskan, Gayus punya safety box yang disimpan secara terpisah-pisah dalam tiga bank yang berbeda. Dia menuturkan, di bank pertama, Gayus memiliki enam safety box. Empat brankas telah ditutup sebelum Polri memblokir. Dua brankas yang belum ditutup ternyata tidak berisi alias kosong.

Di bank kedua, Gayus mempunyai dua safety box. Keduanya masih aktif. ''Satu sudah kosong, satu lagi berisi uang dan logam mulia senilai Rp 74 miliar,'' kata Edward. Sementara itu, safety box di bank ketiga kosong melompong. Belum diketahui di mana isinya.

Logam mulia yang ditemukan bersama uang dolar AS dan dolar Singapura berbentuk emas batangan. Jumlahnya 31 batang emas murni 24 karat masing-masing seberat 100 gram.

Emas dipilih Gayus karena nilainya cenderung tetap bahkan meningkat. Selain itu, emas mudah dipindahkan dan disimpan. ''Penyidik terus menelusuri safety box yang lain atau penyimpanan dalam bentuk lain atau pengalihan dana ke luar wilayah Indonesia,'' tegas mantan juru bicara kasus bom Bali I itu.

Namun, menurut Edward, penyidik mengaku kesulitan mengungkap harta Gayus yang lain. Sebab, Gayus belum mau kooperatif dalam pemeriksaan. ''Dia sering mengatakan lupa. Karena itu, penyidik harus bersabar,'' katanya.

Selain mencari aset yang lain, polisi masih mendalami asal-usul dana gelap itu. Dugaan sementara, uang dan emas tersebut merupakan upah Gayus saat menangani pajak perusahaan-perusahaan besar. ''Keterangannya masih berbelit-belit,'' ujar alumnus Akpol 1977, rekan seangkatan Komjen Susno Duadji, itu.

Penyidik menduga ada kaitan kuat antara harta Gayus dan perusahaan wajib pajak yang ditangani. Hanya, Gayus baru mengakui 44 perusahaan yang ditangani. Selebihnya hanya nama dirinya yang tercantum dalam surat perintah kerja.

''Itu yang sedang kami disidik. Apakah terbatas pada Gayus atau kerja sama atau Gayus yang belum mau membuka keterangan lebih detail,'' kata mantan Kadispen Polda Metro Jaya tersebut.

Saat ini, Polri baru menerima empat salinan dokumen resmi dari empat perusahaan yang kasus pajaknya pernah ditangani Gayus. Empat perusahaan tersebut adalah PT Exelcomindo, PT Indocement, PT Dowell Anadrill Schlumberger, dan PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo.

''Kalau kami temukan fakta ada perusahaan yang mengalirkan dana ke Gayus, nanti kami tunjukkan siapa saja perusahaan yang terlibat. Tidak menutup kemungkinan hal yang belum terungkap sekarang bisa terbuka,'' tegasnya.

Edward membenarkan informasi bahwa sejumlah pegawai Ditjen Pajak, termasuk atasan Gayus, sudah diperiksa. Namun, penyidik belum menemukan bukti untuk menjadikan mereka sebagai tersangka. ''Sampai saat ini mereka masih saksi," jelasnya.

Keterangan Edward agak berbeda dari Direktur Jenderal Pajak Mochammad Tjiptardjo. Dia memberikan sinyal bahwa Gayus akan menyeret mantan teman-teman dan atasannya di Ditjen Pajak sebagai tersangka. ''Yang namanya ML dalam waktu dekat tersangka juga. Itu barang buktinya ada,'' kata Tjiptardjo di gedung DPR kemarin.

Dia enggan mengungkapkan identitas ML. Hanya, dia memastikan bahwa akan ada sanksi administrasi untuk ML. ''Kalau sudah jadi tersangka, ditahan, baru kami proses dari sudut kepegawaian. Ya diberhentikan sementara dulu,'' katanya.

Sebelumnya, 10 atasan Gayus diperiksa di internal Ditjen Pajak. Hasilnya, tujuh orang dimutasi dan tiga lainnya dinonjobkan. Perbedaan perlakuan itu dilihat dari tingkat keterlibatan masing-masing. Nasib tiga pegawai pajak tersebut belum jelas apakah akan aktif kembali atau tidak. Mereka adalah mantan Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso serta dua Kasubid.

ML diduga merujuk pada nama Maruli Pandapotan Manurung. Dia diketahui sempat menjadi atasan Gayus. Maruli merupakan mantan kepala seksi pengurangan dan keberatan pajak.

Bagian kehumasan kantor pajak menerangkan, Maruli seusai dimutasi bertugas di PPDDP (Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan) dan menempati kepala bidang. Kantor baru Maruli itu berlokasi di kawasan Kebon Jeruk. Dia juga diketahui baru-baru ini telah menjadi pejabat eselon III.

Di tempat terpisah, jaksa penuntut umum tidak gegabah untuk melimpahkan perkara sindikasi mafia pajak Gayus yang sudah diterima kejaksaan ke pengadilan. Misalnya, pelimpahan tahap kedua (barang bukti dan tersangka) tersangka Kompol Arafat Enanie dan Alif Kuncoro oleh penyidik Polri pada 26 Mei lalu.

Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jaksel itu memilih memperpanjang masa penahanan Arafat dan Alif. ''Jaksa penuntut umum masih dalam tahap penyusunan surat dakwaan,'' jelas Kasi Pidsus Kejari Jaksel Husin SH.

Dengan perpanjangan itu, Arafat dan Alif akan ditahan lagi selama 30 hari terhitung mulai 15 Juni 2010.

Husin beralasan, penyusunan surat dakwaan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Hal itu sesuai dengan pasal 143 KUHAP. ''Itu membutuhkan waktu untuk menyiapkan surat dakwaan secara cermat, lengkap, dan teliti,'' tegasnya. (rdl/fal/jpnn/c5/ari)
Sumber: Jawa Pos, 18 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan