Penyelamatan Uang Negara Perlu Audit Khusus BPK

Klaim penyelamatan keuangan negara yang dilakukan institusi kejaksaan terus mendapat sorotan. Sebab, hal itu harus diaudit terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika tidak, potensi penyimpangan mungkin terjadi.

Akhir 2008 disebutkan, jumlah yang diselamatkan mencapai Rp 8 triliun dan USD 18 juta. Kemudian, rentang Januari-September 2009 sebesar Rp 4,759 triliun dan USD 2.882. "Data itu tidak bisa diterima sebelum ada audit untuk menguji kebenarannya," kata peneliti hukum ICW Febri Diansyah kemarin (19/10).

Audit BPK tersebut, kata Febri, penting. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan apakah memang sudah ada penyetoran ke kas negara. "Atau, baru sebatas klaim di atas kertas," tambahnya. Sebab, mulai 2005-2008, BPK selalu menyatakan disclaimer terhadap pengelolaan keuangan Kejaksaan Agung.

Secara spesifik, hasil penilaian BPK pada bagian pengembalian kerugian keuangan negara terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) menunjukkan tren yang tidak lebih baik. Kerugian negara yang belum diselesaikan kejaksaan pada kas negara justru meningkat.

Persoalan klaim penyelamatan uang negara saat ini memang menjadi perdebatan. Apalagi, Mabes Polri telah menetapkan dua aktivis ICW, yakni Emerson Yuntho dan Illian Deta Arta Sari, sebagai tersangka pencemaran nama baik terhadap kejaksaan.

Di tempat terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy menyatakan, masih ada perbedaan antara kejaksaan dan BPK terkait uang pengembalian kerugian negara itu. "Maka, harus ada sinkronisasi," katanya di Kejagung kemarin. (fal/oki)

Sumber: Jawa Pos, 20 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan