Penting! MA Harus Uji Putusan Hakim Sarpin

Penting! MA Harus Uji Putusan Hakim Sarpin



Pengujian atas putusan Hakim Sarpin oleh Mahkamah Agung (MA) untuk sistem praperadilan penting untuk dilakukan. Hal ini karena karena dalam kasus Budi Gunawan (BG) Hakim Sarpin telah membuka penetapan tersangka di praperadilan.

Selanjutnya, peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menyatakan, putusan Hakim Sarpin tidak hanya berkaitan dengan BG namun juga kewenangan KPK yang ‘dipersempit’ melalui penafsiranya. Dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pasal 11 yang menyebutkan, bahwa KPK  pertama, berwenang menangani tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara dan aparatur penegak hukum serta orang yang berkaitan dengan penyelenggara negara dan atau penegak hukum. Kedua, meresahkan masyarakat dan terakhir kerugian negara di atas Rp 1 miliar.

“Hakim Sarpin telah mempersempit makna penyelenggara negara dan aparatur penegak hukum. Oleh karena itu, putusan itu harus di uji dan dikoreksi oleh MA,” tegas Miko.

Dalam hal ini, pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh KPK atas putusan Hakim Sarpin menjadi sangat penting. Apakah substansi putusan tepat atau tidak, pasalnya putusan itu hanya bisa dikoreksi oleh peradilan di atasnya.

“KPK seharusnya mengajukan PK, biarkan MA yang memeriksa dan memutuskan tepat atau tidak putusan praperadilan,” kata Miko.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform  (ICJR) Supriyadi W. Eddyono mengatakan, dari segi advokat, putusan Hakim Sarpin telah memberikan legitimasi atas upaya paksa yang bisa diajukan di praperadilan. Namun, dalam konteks berbeda Hakim Sarpin telah membuka penafsiran atas penyelenggara negara dan aparat penegak hukum.

"Selama inikan upaya paksa, penetapan tersangka, penyelidikan, penangkapan, penggeledahan jarang mau diterima hakim tentang kasus hukumnya," ujarnya.

Dalam persidangan, para hakim hanya melihat surat-surat terkait kasus yang dipraperadilankan. Kebiasaan ini merupakan kelemahan mendasar dari sistem peradilan pidana di Indonesia, karena mekanisme peradilanya buruk.

"Biasanya hakim hanya memeriksa secara administratif saat persidangan. Sedangkan dalam kasus BG Hakim Sarpin telah membuka penetapan tersangka bisa di praperadilan,” tegasnya.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan