Penolakan DPR Soal Capim KPK melanggar Undang-Undang

Pengembalian delapan berkas calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan oleh Presiden melalui rekomendasi panitia seleksi (Pansel) KPK dinilai sebagai pelanggaran hukum. Pasalnya, merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi pada 28 Juni 2011, posisi yang dibutuhkan untuk mengisi kursi pimpinan KPK periode 2012-2016 adalah empat orang, setelah MK menetapkan masa jabatan Ketua KPK Busyro Muqoddas adalah empat tahun.

Anggota Koalisi Pemantau Peradilan dari ICW, Tama Satrya Langkun menyatakan, meskipun penolakan tidak disampaikan secara langsung oleh Komisi III ataupun pimpinan DPR, namun pernyataan penolakan oleh sejumlah anggota Komisi III menampakkan adanya agenda tertentu untuk menjegal calon pimpinan KPK yang telah dipilih Pansel dan disetujui Presiden. Upaya ini, menurut Tama, telah melanggar undang-undang KPK dan Putusan MK No 5/PUU-IX/2011 yang dengan tegas menetapkan pimpinan KPK yang dibutuhkan saat ini adalah empat orang. Dengan demikian, calon yang seharusnya diajukan kepada DPR adalah delapan orang atau dua kali jumlah posisi yang dibutuhkan. "Tidak ada lagi celah perbedaan tafsir setelah diputuskan oleh MK," tukas Tama, Kamis (8/9/2011).

Tama mencurigai, sikap janggal yang ditunjukkan sejumlah anggota Komisi Hukum DPR itu terkait dengan kinerja KPK yang telah menjerat 63 anggota DPR. Saat ini KPK juga tengah menangani dua kasus besar yang berpotensi membongkar praktik mafia anggaran yang melibatkan politisi Senayan.

Koalisi meminta upaya pelemahan terhadap KPK dengan cara menghambat proses pemilihan pimpinan segera dihentikan. Presiden diminta tidak berkompromi dengan niat sejumlah oknum politisi yang dengan sengaja mempermainkan tafsir UU KPK khususnya mengenai pasal pergantian pimpinan. Selain itu, dengan bersikap tegas, Presiden juga dapat menyelamatkan citra DPR yang akan semakin memburuk jika upaya pelemahan KPK terus dilakukan.

Dihubungi terpisah, Koordinator ICW Danang Widoyoko mengatakan, perlu dilakukan penelusuran terhadap anggota Komisi III DPR RI yang akan melakukan proses fit and proper test terhadap calon pimpinan KPK. Tracking ini diperlukan untuk mengetahui latar belakang dan motif tertentu yang mungkin dibawa oleh para politisi ini. "Jadi sekarang metodenya diubah, orang-orang yang akan memilih harus juga diverifikasi," ujar Danang.

Koalisi Pemantau Peradilan diawaki Indonesia Corruption watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI, ELSAM, LeIP, Indonesian Legal Rountable (ILR), dan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN). Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan