Penjualan Aset Desa Sokaraja Diselidiki BCW [26/07/04]
Dugaan penyimpangan proses penjualan aset Desa Sokaraja Tengah, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas sedang diselidiki Banyumas Corruption Wacth (BCW). Masalah tersebut juga sudah dilaporkan kepada kepolisian, dengan tembusan Bupati Banyumas HM Aris Setiono SH SIP.
''Kami masih mengumpulkan sejumlah data atas dugaan penyimpangan penjualan aset desa tersebut,'' kata Budiono SH MHum kepada Suara Merdeka, kemarin .
Upaya untuk mengungkap masalah itu, ujar dia, juga atas masukan dari sejumlah warga yang mengadu ke BCW. Setelah dilakukan pelacakan temuan awal, memang ada indikasi penyimpangan. Budiono mengatakan, indikasi peyimpangannya yaitu proses penjualan tanah bandha desa sekitar 7.000 meter persegi tidak melalui prosedur yang ada, seperti mendapat persetujuan Bupati.
''Kami juga sudah melaporkan masalah tersebut kepada pihak kepolisian untuk menyelidiki lebih lanjut,'' ujar Budi.
Kepala Bagian Pemerintahan Desa Pemkab, Sunaryo SSos , mengatakan pihaknya belum pernah ditembusi mengenai penjualan aset Desa Sokaraja Tengah. Padahal, persetujuan Bupati merupakan syarat mutlak dalam pengalihan atau pelepasan tanah banda desa.
Belum Terima Usulan
''Mekanismenya, usulan penjualan tanah bandha desa diusulkan BPD ke Bupati melalui camat. Tapi sampai sekarang kami belum pernah menerima usulan itu,'' ujarnya.
Dia menjelaskan, pelepasan tanah bandha desa bisa dilaksanakan setelah BPD yang menyerap aspirasi warga sudah memberikan persetujuan.
Wakil masyarakat desa ini bersama tim yang dibentuk terus mengajukan proposal ke Bupati. Setelah itu tim kabupaten mengakaji sebelum Bupati memberikan izin.
Langkah tersebut, juga sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 10 Tahun 200 mengenai sumber pendapatan desa. Perda tersebut merupakan salah satu payung hukum, selain keputusan desa.
Keterangan yang dihimpun Suara Merdeka menyebutkan, proses penjualan tanah tersebut berlangsung sekitar 2002.
Tanah itu bukan dijual kepada investor, melainkan kepada perorangan dengan cara dikapling-kapling untuk perumahan pemukiman. Sejumlah pembeli mengaku kesulitan, saat mereka akan melakukan sertifikasi tanah. (G22,in-85a)
Sumber: Suara Merdeka, 26 Juli 2004