Penjual Pisang Ironi Century

Inilah fragmen dari sebuah kejadian di Jakarta, sebuah kota yang penuh ironi. Seorang kakek tua penjual pisang keliling tersungkur tepat di seberang Pasar Swalayan Carefour Lebak Bulus. Banyak orang berseliweran di sana dengan dengkul ataupun berkendara mobil seharga ratusan juta hingga miliar rupiah. Tetapi, tak banyak yang peduli. Menoleh pun tidak.

Tangan kanan lelaki ringkih itu sempat menahan tubuhnya, menyelamatkan mukanya tidak terjerembab. Tangan kirinya erat memegang pikulan di pundaknya agar keranjangnya tak terguling. Dia sepertinya kelelahan. Mukanya pucat pasi. Napasnya memburu, Senin-Kamis. Matanya mengernyit seperti menahan rasa pusing.

Setelah beberapa saat beristirahat, dia pun berdiri dan berjalan lagi. Dua keranjang rotan terisi penuh pisang pun bergayut turun naik mengikuti napas dan langkah kaki kakek tua itu.

Namun, tidak sampai 500 meter, saat melintas di Jalan Metro Pondok Indah, di depan rumah megah bergaya mediteranian seharga miliaran rupiah, dia pun kembali tersungkur. Dia kembali beristirahat sejenak. Tidak sampai lima menit, dia sudah bangkit lagi. Tertatih, dia kembali memikul dua keranjang pisang jualannya.

Dengan langkah gontai, ia menyeberangi jalan dan masuk ke kompleks perumahan mewah. Sesudah melewati sekitar lima blok, barulah dia bertemu pembeli. Setelah itu, dia kembali lagi berkeliling.

Kakek tua itu bernama Ujang. Usianya 50 tahun. Tetapi, beban berat membuat raut wajahnya lebih tua dari usianya. Bicaranya pun sudah pelo seperti pernah terserang stroke.

Ujang memang pekerja ulet. Dia tinggal di Parung, sekitar 25 kilometer pinggiran selatan Jakarta. Demi menyambung hidup, Ujang mengukur jalan berjualan pisang sampai Jakarta. Panas terik tak mengalahkan semangatnya untuk bekerja. Ibadah puasa pun tetap dijalaninya.

”Saya mah gak mau minta-minta. Saya lebih seneng jualan,” ucap Ujang.

Merenungi apa yang terjadi pada Ujang, terasa ironis bila dibandingkan dengan kejatuhan Bank Century. Ketika Ujang terjatuh, meski rumah di sana besar dan megah tak ada yang menawarkan berteduh. Meski ratusan bahkan ribuan kendaraan berlalu-lalang di sana, mulai dari metromini butut sampai mobil-mobil mewah seri terbaru, tidak ada juga yang memberikan tumpangan membantu.

Sementara itu, uang negara yang dikucurkan untuk menyehatkan Bank Century besarnya mencapai Rp 6,7 triliun dan kemudian hilang dimakan para bankir jahat.

Negara yang seharusnya memberikan perlindungan juga belum bisa diharapkan. Padahal, yang dibutuhkan Ujang sederhana. Bukan hanya BLT, bantuan langsung tunai, tapi juga BLG, bantuan langsung gerobak.

Keuletan Ujang bisa mengingatkan semua, terutama para pejabat di negeri ini, mulai dari Presiden, Gubernur BI, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pertanian, hingga Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, untuk tidak terus terbuai dengan angka-angka makro dan kemudian rajin beriklan tentang kesuksesan yang menghabiskan dana miliaran rupiah.

Semua pejabat juga berlomba-lomba memberikan fasilitas kepada ”bos-bos” besar dengan harapan mendapat bonus keuntungan. Sebaliknya, mereka menutup mata, telinga, dan hati atas realitas bahwa masih banyak orang kecil di negeri ini, Mereka tak kunjung mendapat perlindungan.(sutta dharmasaputra)

Sumber: Kompas, 2 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan