Penggelembungan Anggaran Jadi Modus Korupsi DPRD [29/07/04]

Sinisme bahwa korupsi berjajar dari Sabang sampai Merauke memang tidak berlebihan. Setelah penyakit sosial itu terkuak di sejumlah DPRD provinsi dan kabupaten, kini kasus korupsi mendera DPRD Kota Kendari, Nusa Tenggara Barat, Kota Mataram, Sumbawa, dan Lombok Tengah. Lembaga swadaya masyarakat meminta kejaksaan mengusut tuntas kasus tersebut secara serius.

Kasus korupsi di Kendari, Sulawesi Tenggara, kemarin diungkap Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Simpul Jaringan (Fitra Sijar). Dalam konferensi persnya, koordinator Fitra Sijar, Taslim Suri, memaparkan modus korupsi yang dilakukan DPRD Kota Kendari terhadap Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2003. Ada dua modus yang dilakukan, yakni menggelembungkan anggaran sejumlah item pembiayaan dan membuat sejumlah item pembiayaan yang secara tegas telah melanggar ketentuan dalam penyusunan anggaran.

Akibat korupsi yang kuat diduga dilakukan semua anggota DPRD Kota Kendari, negara dirugikan Rp 1,240 miliar, kata Taslim Suri. Menurut dia, dalam investigasi yang dilakukan selama kurang-lebih dua bulan, pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan, khususnya pada item yang sebenarnya tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 110/2000 yang mengatur soal kedudukan keuangan DPRD.

Beberapa temuan Fitra Sijar, antara lain pada mata anggaran untuk item tunjangan kesehatan 25 anggota DPRD Kota Kendari. Sesuai dengan Pasal 10 ayat 1 PP No. 110/2000, tunjangan kesehatan diberikan tidak dalam bentuk uang tunai, tetapi berupa jaminan asuransi. Yang jadi persoalan, hasil pengecekan kami di semua perusahaan asuransi milik pemerintah atau swasta, yang ada di Kota Kendari, secara institusi, Dewan tidak tercatat sebagai pemegang polis asuransi, ujar Taslim.

Dalam APBD 2003 itu juga terdapat mata anggaran untuk pembiayaan item tunjangan kesejahteraan anggota Dewan yang besarnya mencapai Rp 300 juta. Padahal, dalam PP No. 110/2000, tunjangan semacam itu tidak diatur. Ada juga tunjangan keluarga Rp 43,182 juta dan tunjangan beras Rp 28,560 juta. Pembagian besarannya disesuaikan dengan jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan. Ketiga item pembiayaan ini secara tegas sudah melanggar PP No. 110/2000, kata Taslim. Kejanggalan lain juga terdapat pada item biaya pengembangan SDM Rp 528 juta dan biaya penunjang operasional anggota Rp 565 juta.

Hasil investigasi Fitra Sijar juga menemukan kejanggalan pada pos belanja untuk biaya jasa kantor. Meski mengakui belum menemukan bukti-bukti akurat, sejumlah item seperti biaya listrik (Rp 360 juta), telepon (Rp 519 juta), dan air (Rp 51 juta) sangat mencurigakan karena anggaran yang diplot terlalu fantastis nilainya.

Pihak kejaksaan sendiri sebenarnya sudah mengusut kasus dugaan korupsi itu. Bahkan pada 15 Juli lalu telah menahan mantan Sekretaris DPRD Kota Kendari Abdul Halip di Rutan Punggolaka, Kendari, karena disangka mengetahui proses terjadinya penggelembungan anggaran di Dewan. Kini beredar kabar, kejaksaan akan menahan 24 anggota Dewan lainnya. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Antasari Azhar berjanji akan mengusut tuntas. Yang jelas, semua anggota Dewan itu akan segera kami periksa. Kalau terbukti terlibat, ya kami tahan, katanya.

Tempo News Room yang meminta konfirmasi ke DPRD tidak menemukan seorang pun anggota Dewan. Menurut salah seorang staf di sekretariat DPRD, anggota Dewan sedang ke luar kota. Nomor ponsel Ketua DPRD Khaerudin Pondiu yang dihubungi juga tidak aktif.

Dari Sumbawa, kejaksaan negeri setempat mengaku telah memeriksa anggota DPRD dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Pemeriksaan ini terkait dengan dugaan penyelewengan APBD senilai Rp 6,4 miliar oleh DPRD. Kami telah memeriksa sedikitnya 14 orang yang terkait dengan dugaan korupsi penyalahgunaan dana APBD di daerah itu, ujar Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Soekarno Purwowidagdo kemarin. Selain 14 orang di Sumbawa, kejaksaan juga telah memeriksa tiga orang pejabat di DPRD Kota Mataram.

Pernyataan Soekarno ini menanggapi kedatangan sekitar 25 aktivis LSM antikorupsi di Mataram, yang ramai-ramai ke kantor Kejati NTB. Mereka menagih janji pihak kejaksaan atas kasus dugaan korupsi APBD di empat DPRD di NTB yang telah dilaporkan beberapa pekan sebelumnya, yaitu dugaan korupsi di DPRD NTB senilai Rp 32,5 miliar, di DPRD Kota Mataram Rp 5,2 miliar, di DPRD Sumbawa Rp 6,4 miliar, dan temuan terbaru kasus penyimpangan dana APBD di DPRD Lombok Tengah Rp 5,9 miliar.

Namun, perwakilan dari LSM menilai, kejaksaan kurang serius memberantas kasus korupsi. Apalagi, kasus dugaan korupsi APBD yang kini menjamur di mana-mana cukup mudah. Sebab, rata-rata pihak kejaksaan telah menerima data lengkap dari LSM yang melaporkannya. Kok, penanganan kasus korupsi di Sumatera Barat itu lancar, ujar Lalu Tajir Syahroni, aktivis LSM dari Lombok Tengah. dedy kurniawan/sujatmiko

Sumber: Koran Tempo, 29 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan