Pengesahan RUU Rahasia Negara Tinggal Selangkah

Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara sudah mulai memasuki tahap akhir. Dari total 80 butir daftar inventarisasi masalah RUU yang dibahas di tingkat Panitia Kerja RUU Rahasia Negara Komisi I dan pemerintah, tiga hari rapat intensif pada akhir pekan kemarin tinggal menyisakan empat poin DIM lagi.

Menurut Ketua Panja RUU Rahasia Negara Guntur Sasono dari Fraksi Partai Demokrat, Senin (7/9), empat daftar inventarisasi masalah (DIM) terakhir yang rencananya kembali dibahas Selasa ini, terkait ketentuan ancaman pidana dan sanksi denda, baik terhadap individu maupun korporasi, seperti tercantum dalam Pasal 44-49.

Menurut Guntur, Panja RUU Rahasia Negara selama ini telah selesai membahas sejumlah DIM tentang definisi, pembuat dan pengelola rahasia negara, perlindungan, dan juga soal ruang lingkupnya, seperti rahasia negara terkait intelijen, pertahanan, dan hubungan luar negeri.

Selain itu juga disepakati soal ketentuan masa retensi rahasia negara, yang menurut Guntur lebih maju dari banyak negara lain. Masa retensi disepakati per kategori, sangat rahasia (30 tahun), rahasia (15 tahun), dan rahasia terbatas (lima tahun).

Guntur menyebutkan soal kemungkinan pembentukan semacam dewan pengawas pelaksanaan kerahasiaan negara, yang seperti sejumlah negara maju lain, berasal dari kalangan legislatif, yang ketika diangkat terlebih dahulu disumpah untuk menjaga kerahasiaan rahasia negara yang mereka tahu.

Saat dihubungi terpisah, Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Ideologi dan Politik Agus Brotosusilo menyatakan, pemerintah telah melakukan sejumlah perbaikan, terutama terkait ketentuan soal sanksi pidana, yang selama ini dikhawatirkan sejumlah kalangan masyarakat sipil.

”Misalnya soal ketentuan sanksi pada korporasi seperti dalam Pasal 49. Kami akan menghilangkan (klausul) ancaman akan membekukan dan mencabut izin korporasi yang melakukan tindak pidana rahasia negara. Kemarin aturan ini dikhawatirkan bisa membredel perusahaan pers,” ujar Agus.

Dalam kesempatan terpisah, Ahmad Faisol dari Institut Studi Arus Informasi mengaku khawatir ketiadaan lembaga pengawas khusus, yang mengawasi pelaksanaan keseharian rahasia negara, bisa berdampak buruk penyelewengan kewenangan oleh pemerintah.

”Kami akan coba tawarkan konsep dewan pengawas independen itu ke satu per satu anggota panja. Jadi, nantinya dewan pengawas independen itu terdiri dari kalangan masyarakat independen dan tidak ada unsur pemerintahnya. Sekarang ini kami tinggal menunggu niat baik dari DPR saja,” ujar Faisol. (DWA)

Sumber: Kompas, 8 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan