Pengesahan Perpu Tambang Disinyalir Berbau Korupsi [24/07/04]
Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1/Tahun 2004, yang mengizinkan 13 perusahaan tambang beroperasi di kawasan hutan lindung diduga sarat korupsi. Salah seorang anggota Panitia Khusus (pansus) Perpu mengaku sempat ditawari uang suap karena disangka menerima perpu yang diterbitkan 11 Maret lalu.
Perwakilan Fraksi Partai Bulan Bintang di pansus perpu, Bambang Setyo mengungkapkan, dirinya ditawari uang dua hari sebelum rapat kerja Pansus yang terakhir, Rabu (14/7). Besarnya, yang kedengaran oleh saya, Rp 50-150 juta. Tapi, saya menolak, katanya, kemarin. Namun, dia enggan memastikan pihak yang menawarkan suap itu. Yang jelas, oknum anggota DPR juga--dari fraksi besar, ungkapnya.
Dia menceritakan, tawaran itu disampaikan karena si penyuap menyangka fraksinya mendukung penerbitan perpu. Padahal, kata Bambang, fraksinya hanya menerima jika perpu itu direvisi terlebih dulu. Meski begitu, dirinya tidak menerima tawaran serupa pasca rapat kerja Pansus, maupun menjelang sidang paripurna. Saya hanya dengar bahwa Ketua Fraksi saya juga ditawari pada malam menjelang paripurna, kata dia.
Seperti yang telah diberitakan, rapat kerja Pansus akhirnya gagal mengambil keputusan atas penerbitan perpu. Meski begitu, hanya Fraksi PDI-P yang menerima perpu itu. Fraksi yang tegas menolak hanyalah Fraksi Reformasi, Fraksi TNI/Polri, dan Fraksi Partai Daulah Ummah. Selebihnya menggunakan kalimat belum bisa menerima (Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia). Sedangkan Fraksi PBB menyatakan siap memperbaiki dan menyempurnakan perpu yang diajukan pemerintah, jika dimungkinkan.
Namun, dalam pengambilan keputusan pada sidang paripurna besoknya, tiga fraksi besar, yakni FPDI-P, FPG, dan FPPP menerima perpu itu. Akhirnya, dalam voting terbuka, mayoritas menyatakan dukungannya terhadap perpu, dengan perbedaan suara yang tipis, yakni 131-102.
Bambang menjelaskan, dirinya merasa hati nuraninya terpanggil melihat fenomena suap itu. Tapi, dia merasa tak mampu memberikan perlawanan yang lebih. Kami sudah berusaha dari tingkat pansus hingga tingkat paripurna. Sekarang kami serahkan pada pihak lain untuk berjuang menentang perpu itu, kata dia.
Dia juga mengaku sulit tidur setelah putusan paripurna. Akhirnya, kegelisahan itu saya tuangkan dalam puisi, dan saya sebarkan di beberapa lantai. Hanya sampai itu saja perlawanan saya. Kami akui kelemahan kami. Tapi, Bambang bersikukuh tidak memberitahu identitas atau asal fraksi anggota dewan yang berusaha menyuapnya. Saya mau membuktikan susah. Jangan-jangan malah berbalik. Nanti saya malah repot, elaknya.
Pengakuan Bambang ini diselenggarakan kala DPR masih dalam masa reses. Dalam kesaksiannya, dia didampingi anggota pansus lain, Zainal Karim. Namun, Zainal mengaku tidak pernah didekati karena sudah menyatakan penolakannya sejak awal. Satu lagi, saksi dari Fraksi Partai Golkar urung datang. Dia tampaknya enggan berhadapan dengan fraksinya, kata Bambang yang juga anggota Kaukus Anti Korupsi DPR itu.
Penyampaian kesaksian itu juga dihadiri sejumlah LSM, seperti ICW dan Greenomics Indonesia. Direktur Eksekutif Greenomics, Elfian Efendi, mengatakan kesaksian itu baru merupakan pernyataan individual. Seharusnya ada upaya fraksi bersangkutan untuk menindaklanjuti pernyataan itu, kata dia. Menurut dia, bisa saja kesaksian itu digunakan untuk selanjutnya membentuk pansus untuk menyelidiki dugaan suap atau dilaporkan pada pihak berwenang, seperti kejaksaan atau Komisi Pemberantas Korupsi. dara m uning/ami afriatni
Sumber: Koran Tempo, 24 Juli 2004