Pengendalian Pemerintah; Baru Tujuh Pemerintah Daerah Punya Standar

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta kepala daerah segera menyusun peraturan gubernur atau peraturan bupati/wali kota untuk mengatur penyelenggaraan standar pengendalian intern pemerintah di lingkungan pemerintah daerah. Hingga saat ini baru ada tujuh provinsi yang telah mengeluarkan peraturan gubernur tentang standar pengendalian.

Hal itu disampaikan Gamawan ketika membuka acara ”Penguatan Implementasi SPIP di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Se-Indonesia” di Jakarta, Senin (28/6).

Tujuh provinsi yang telah menyusun Peraturan Gubernur tentang Standar Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sumatera Barat, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Untuk kabupaten/kota, sudah ada 96 daerah yang telah mempunyai peraturan bupati/wali kota. Sebelumnya, Mendagri telah mengeluarkan surat edaran tentang pedoman implementasi SPIP di lingkungan pemerintah daerah yang berisi tata acara penyusunan peraturan kepala daerah.

SPIP ditujukan untuk memberikan keyakinan memadai tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan. ”Dengan demikian, SPIP diharapkan dapat mencegah terjadinya penyimpangan yang memengaruhi perolehan opini pemeriksaan wajar tanpa pengecualian,” ujar Mendagri.

Menurut Gamawan, selama ini banyak fenomena pelanggaran anggaran keuangan daerah yang terjadi di daerah. Salah satunya tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah yang terjadi pada tataran pelaksanaan, bukan kebijakan.

Untuk itu, Mendagri telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan memetakan implementasi SPIP pada tiga unit eselon 1 sebagai proyek percontohan, yaitu Sekretariat Jenderal, Ditjen Administrasi Kependudukan, dan Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa. ”Melalui penguatan pengendalian intern, kelemahan pengelolaan keuangan dan penyimpangan yang menjadi indikasi dan potensi kerugian negara pada Kemdagri dapat terdeteksi sejak awal,” kata Gamawan.

Secara terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo, mengatakan, proses perumusan dan penetapan anggaran yang sering molor karena kuatnya tarik-menarik kepentingan antara pemda, DPRD, dan pihak terkait lainnya menyebabkan pengelolaan keuangan daerah menjadi lemah.

”Masalah lainnya di sebagian besar daerah, kapasitas APBD untuk membiayai pembangunan memang tak bisa tinggi, sementara belanja rutin untuk pegawai, kantor, dan administrasi tetap tinggi. Reformasi birokrasi pun tidak jalan,” kata Arif. (SIE)
Sumber: Kompas, 29 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan