Pengembalian Dana APBD Fiktif [20/07/04]

Pengembalian uang sebesar Rp 2,5 miliar dari anggota DPRD Kab. Garut kepada Kantor Bendahara Umum Daerah dinilai Kejaksaan Negeri Garut fiktif. Uang yang semula disebut-sebut sebagai dana kelebihan penggunaan APBD DPRD Kab. Garut tahun 2001 hingga Maret 2003 itu ternyata tak jelas keberadaan serta jumlahnya, walau beberapa waktu lalu sempat beredar kuitansi pengembalian.

Uang sebesar Rp 2,5 miliar dari anggota DPRD Kab. Garut setelah dicek oleh pihak kejari ternyata tidak ada dan hanya berupa giro tertanggal 18 Agustus 2004. Setelah dicek dengan pihak bank, keberadaan dana tersebut masih belum jelas, apakah betul dananya ada atau bohong? tutur Ketua Tim Penyidikan Kasus APBD-gate Kab. Garut, Masril N., S.H., yang ditemui PR, Senin (19/7).

Menurutnya, berdasarkan hasil penelusuran kejari, dana yang ada hanya berjumlah Rp 200 juta, bukan Rp 2,5 miliar seperti yang diakui mereka sebelumnya. Begitu pun kuitansi penerimaan uang Rp 2,5 miliar serta surat yang disampaikan kepada pihak Kejari Garut kebenarannya masih dipertanyakan.

Namun demikian, berapa pun jumlah uang yang dikembalikan oleh para anggota dewan ternyata menurut Masril sama sekali tak mempengaruhi proses penyidikan yang tengah berlangsung. Pengembalian uang hanya dapat meringankan dakwaan terhadap mereka di persidangan nanti, namun tidak mengubah proses jalannya hukum.

Prosedur pengembaliannya pun dinilai Masril tidak benar karena jika saja uang tersebut ada dan nyata, uang tersebut harus disita Kejari Garut sebagai barang bukti. Kalaupun dititipkan ke kas daerah maka tetap dalam pengawasan kejaksaan. Sementara uang Rp 200 juta jika saja ada tetap akan kami sita, tegas Masril.

Berkaitan dengan status hukum Kepala Kantor Bendahara Umum Daerah (KBUD) Kab. Garut Drs. Wawan Herawan yang menandatangani kuitansi bermeterai pengembalian uang Rp 2,5 miliar itu, Masril menyatakan Wawan harus bertanggung jawab mengapa ia tetap menandatangani kuitansi tersebut walau uangnya belum jelas ada. Kami hanya mengusut kasus korupsi ini, kalau menyangkut masalah penipuan tersebut adalah wewenang kepolisian, ujarnya.

Sementara itu, berkas tuntutan dari tim penyidik Kejari Garut saat ini telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU). JPU akan menentukan sikap selama 14 hari sejak kemarin hingga semua bukti terbaru terkumpulkan.

Debat terbuka

Senada dengan pernyataan Masril, pakar hukum tata negara Unpad Dr. I Gde Pantja Astawa, S.H., M.H. dan pakar hukum pidana Unpad Sigit Suseno, S.H., M.H. juga setuju bahwa pengembalian uang yang dilakukan anggota DPRD Kab. Garut berapa pun jumlahnya tak akan memengaruhi proses hukum.

Pernyataan mereka terungkap dalam acara debat terbuka APBD-gate Kab. Garut yang digelar di Aula rumah makan Sindang Reret Garut kemarin siang. Selain masalah pengembalian uang, debat terbuka tersebut juga mengupas tentang dasar dakwaan yang akan digunakan JPU yakni Peraturan Pemerintah (PP) nomor 110 tahun 2000 dinilai terlalu lemah.

Menurut I Gde, PP 110 dinilai tak terlalu kuat karena telah di-judicial review oleh Mahkamah Agung. Untuk itu, pihak Kejari diminta agar lebih hati-hati dalam menentukan dakwaan mereka di pengadilan nanti. Apabila tetap menggunakan PP No. 110, maka pihak terdakwa diperkirakan akan bebas dari jeratan.

Sebagai penggantinya, jaksa harus menjerat anggota DPRD Kab. Garut tersebut dengan Undang-Undang tindak pidana korupsi (UU tipikor) No. 31 tahun 1999. Penanganan kasus ini juga seharusnya mendapatkan prioritas lebih dari pihak kejaksaan karena adanya unsur kerugian negara yang besar seperti yang dituturkan praktisi hukum Rudi Gunawan, S.H., M.H. Walaupun kasus APBD-gate ini sangat kental unsur politik, namun pihak penegak hukum seharusnya tetap mengedepankan kaidah hukum yang berlaku apapun risikonya. (A-124)

Sumber: Pikiran Rakyat online, 20 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan