Pengawasan Pemerintah dalam Sektor Kehutanan Lemah
Antikorupsi.org, Jakarta, 28 Juli 2016 – Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan penelusuran anggaran di sektor kehutanan. Hasil penelusuran menemukan bahwa pengawasan pemerintah dalam sektor kehutanan cenderung lemah.
Lemahnya pengawasan negara menyebabkan penerimaan negara dalam sektor kehutanan menjadi tidak optimal. Padahal, jumlah yang bisa masuk dalam penerimaan negara cukup tinggi.
“Ada 1,3 Trilyun yang harusnya bisa jadi penerimaan,” kata Peneliti ICW Siti Juliantari, di Kantor ICW, Kamis, 28 Juli 2016.
Jumlah tersebut didapat dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). PSDH adalah salah satu kategori dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kehutanan.
Adapun jumlah lain yang cukup tinggi namun tak masuk dalam penerimaan negara juga ditemukan dalam kategori lain. Kategori tersebut yaitu Dana Reboisasi. “Untuk dana reboisasi sebesar 89,7 Milyar,” tambah Siti.
ICW juga menemukan, pencatatan data menjadi persoalan dalam sektor kehutanan. Data antar instansi misalnya, tidak selaras satu sama lain. “Data produksi kayu yang dimiliki BPS, Kementerian Kehutanan, dan Dinas Kehutanan daerah tidak sinkron.”
Data produksi kayu yang dimiliki Kementerian Kehutanan juga dinilai tidak komprehensif dan tidak mencakup data di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ini diperparah dengan Dinas Kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang turut tidak memiliki data produksi kayu dengan terperinci.
Siti lalu mendorong agar adanya transparansi terkait data kehutanan. Keterbukaan data kehutanan bisa menjadi faktor yang menentukan kesesuaian penerimaan negara. “Saat ini masyarakat sulit untuk mengawasi dan memastikan jika penerimaan negara telah sesuai,” katanya.
Persoalan transparansi data juga disinggung oleh Komisi Informasi Pusat (KIP). Tenaga Ahli KIP, Tya Tirta Sari mengatakan, sulitnya masyarakat mengakses data kehutanan terlihat dari jumlah sengketa yang diadukan ke KIP.
“Selama 2 tahun ini ada 12 sengketa informasi dalam bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam,” katanya menyambung ucapan Siti.
Penelusuran dilakukan ICW selama bulan Februari hingga Mei 2016. Daerah yang dipantau mencakup Provinsi Riau, Kalimantan Tengah dan Jambi. Penelusuran anggaran sendiri bertujuan untuk memastikan jumlah penerimaan negara dari sektor kehutanan sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima. (Egi)