Pengadilan Rakyat untuk Soeharto Dimungkinkan

Jepang pernah menggelarnya untuk korban jugun ianfu.

Terganjalnya penyelesaian hukum atas kasus Soeharto membuat beberapa kalangan memikirkan kemungkinan membentuk pengadilan rakyat. Menurut Sekretaris Jenderal 98 Center--kelompok alumni mahasiswa yang pada 1998 tergabung dalam gerakan menjatuhkan Soeharto--Adian Napitupulu, pengadilan rakyat adalah alternatif paling memungkinkan saat ini. Karena kondisi Indonesia sekarang sedang tidak normal, katanya kepada Tempo kemarin.

Nursjahbani Katjasungkana, politikus Partai Kebangkitan Bangsa, sepakat dengan Adian. Tapi ada syaratnya, yaitu sistem hukum nasional sudah tidak berfungsi, katanya kemarin. Saat ini, kata Nursjahbani, lebih baik masyarakat menunggu dulu hasil nyata wacana pengambilalihan kasus Soeharto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dua hari lalu, ketua komisi antikorupsi itu, Taufiequrachman Ruki, menyatakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, lembaganya bisa mengambil alih kasus korupsi Soeharto.

Indonesia, kata Nursjahbani, pernah menggelar pengadilan rakyat. Ia bercerita, ini pernah terjadi di Kalianyar, Jakarta Barat. Waktu itu, kata dia, lurah dan ketua rukun warga diduga melakukan korupsi uang beras untuk rakyat miskin. Lembaga Bantuan Hukum APIK, tempat Nursjahbani beraktivitas, kemudian menggelar pengadilan rakyat di ruang pertemuan kelurahan. Lurahnya mau kabur, tapi langsung dikepung, katanya. Lurah mengaku dan dilengserkan, ujar Nursjahbani.

Dunia internasional pun, kata dia, mengenal mekanisme serupa. Ia bercerita pernah ikut menyusun dakwaan dalam sidang Pengadilan Rakyat Internasional di Tokyo dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia para jugun ianfu. Jugun ianfu adalah sebutan bagi perempuan yang dipaksa menjadi pelacur oleh pasukan Jepang dalam Perang Dunia II.

Toh, menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, biarpun bisa, menggelar pengadilan rakyat bukan soal mudah. Tokoh-tokohnya harus profesional dan memiliki pengetahuan akan bentuk pengadilan itu, katanya. Sedangkan aturan mainnya, menurut Usman, bisa merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan aturan hukum internasional. Seperti Nursyahbani, Usman menilai saat ini sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi diberi kesempatan lebih dulu.

Sementara itu, desakan masyarakat untuk mengadili Soeharto kembali meruyak. Kemarin dua kelompok pengunjuk rasa yang menamai diri Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred) dan Reuni 98 mendatangi gedung Kejaksaan Agung. Mereka meminta pengadilan segera dilakukan terhadap Soeharto.

Aksi serupa terjadi di Lampung. Para pengunjuk rasa dari tiga organisasi, yaitu Jaringan Rakyat Miskin Kota, Persatuan Tukang Becak Candra Teluk Betung, dan Forum Komunikasi Masyarakat Lampung, mengusung keranda jenazah yang melambangkan matinya demokrasi dan hukum. YOPHIANDI | DIAN YULIASTUTI | FADILASARI

Sumber: Koran tempo, 18 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan