Pengadilan Pertama Kasus Suap; Mulyana Sempat Kirim SMS ke Nazaruddin

Babak baru pengungkapan kasus korupsi di tubuh Komisi Pemilihan Umum dimulai Kamis (16/6) kemarin di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Anggota KPU Mulyana W Kusumah, seorang kriminolog dan juga seorang dosen, duduk di kursi terdakwa.

Dalam dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum terungkap bahwa sebelum Mulyana menyerahkan uang Rp 150 juta untuk kedua kalinya kepada seorang auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ia sempat meminta bantuan Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin.

Selain sempat bertemu dengan Nazaruddin, didampingi Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal KPU Sussongko Suhardjo tanggal 4 April 2005 pascapemberian uang Rp 150 juta pertama, Mulyana juga telah menyampaikan bahwa dirinya masih memerlukan uang untuk diserahkan kepada auditor BPK Khairiansyah Salman.

Bahkan, demikian jaksa dalam dakwaannya, Mulyana sempat mengirimkan pesan singkat melalui telepon seluler (SMS) kepada Nazaruddin yang isinya menyatakan bahwa dirinya memerlukan dana tersebut saat itu juga. SMS tersebut selanjutnya diteruskan Nazaruddin kepada Sussongko, lalu Sussongko memerintahkan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU, untuk memberikan uang Rp 100 juta kepada Mulyana.

Sidang yang dipimpin Masrudin Chaniago, didampingi Mansyurdin Chaniago, Made Hendra Kusuma, Ahmad Linoh, dan Dudu Duswara, itu dipadati pengunjung. Selain dihadiri tiga jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Suwardji, Muhibudin, dan Chatarina Muliana Girsang, sidang juga dihadiri kuasa hukum Mulyana. Tampak pula Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean dan beberapa kuasa hukum, seperti kuasa hukum Rusadi Kantaprawira, Utomo Karim, dan kuasa hukum Sussongko, Erick S Paat.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan Suwardji diungkapkan pula, berdasarkan perintah Sussongko pada tanggal 4 April 2005 sekitar pukul 10.30 WIB, Hamdani kemudian menyerahkan kepada Mulyana empat lembar travellers cheque Bank Mandiri yang setiap lembar bernilai Rp 25 juta sehingga keseluruhannya bernilai Rp 100 juta. Hamdani mengatakan kepada Mulyana bahwa travellers cheque tersebut dari Sussongko. Mulyana lalu menandatangani kuitansi tanda terima empat lembar travellers cheque.

Penyuapan yang dilakukan Mulyana bersama-sama dengan Sussongko dilakukan dua kali, yaitu di kamar 709 pada 3 April 2005 dan di kamar 609 pada 8 April 2005-keduanya di Hotel Ibis Slipi, Jakarta.

Sebelumnya dilakukan sejumlah pertemuan untuk membicarakan hasil audit BPK soal pengadaan kotak suara. Dari pertemuan tersebut timbul kesepakatan untuk melakukan pendekatan dengan Subtim Pemeriksaan Investigasi BPK yang diketuai Khairiansyah Salman. Puncaknya adalah ditangkapnya Mulyana oleh KPK di Hotel Ibis pada 8 April 2005, malam hari.

Eksepsi
Kuasa hukum Mulyana akan memberikan eksepsi dalam sidang pekan depan. Penasihat hukum Mulyana, Sirra Prayuna, menolak memberikan keterangan rinci. Hanya saja Sirra menyebutkan bahwa sebagai pembuka eksepsi tersebut, pihaknya tentu akan menyebutkan posisi Mulyana sebagai anggota KPU, lembaga yang telah sukses menyelenggarakan Pemilu 2004.

Penasihat hukum Mulyana yang lain, Robikin Emhas, menyebutkan bahwa tim penasihat hukum Mulyana segera menyampaikan surat pernyataan jaminan pengalihan status tahanan Mulyana dari mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan juga aktivis pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Hendardi.

Pada persidangan kemarin tim penasihat hukum sudah mengajukan surat pernyataan jaminan untuk pengalihan status Mulyana menjadi tahanan kota dari istri Mulyana, Wiwi Sriwiarsih, serta aktivis Hariman Siregar.

Menurut Robikin Emhas, surat pernyataan jaminan dari Abdurrahman Wahid dan Hendardi telah ditandatangani 16 Juni 2005. (vin/dik)

Sumber: Kompas, 17 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan