Pengadilan Pajak Perlu Diperkuat

Peluang Tindak Pidana Antarnegara Kian Terbuka
Pemerintahan Joko Widodo perlu memperkuat pengadilan pajak sebagai salah satu instrumen untuk menuntaskan persoalan atau sengketa pajak. Penguatan tersebut dapat membantu pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara melalui pajak demi kesejahteraan rakyat.

”Proses pengadilan pajak seharusnya disederhanakan. Saya rasa baik jika pengadilan pajak dapat memutus sengketa administrasi sekaligus pidana pajak. Itu terjadi di beberapa negara,” kata praktisi pajak, Yustinus Prastowo, Minggu (9/11), di Jakarta. Prastowo berbicara dalam diskusi dengan Indonesia Corruption Watch tentang kasus perpajakan yang melibatkan satu kelompok usaha perkebunan kelapa sawit.

Prastowo juga mendorong undang-undang berkait perpajakan direvisi. ”Ini prosesnya terlalu bertele-tele. Terlalu panjang jika kasus-kasus pajak diselesaikan hingga Mahkamah Agung, bahkan membuka peluang peninjauan kembali,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesian Legal Resource Center Uli Parulian Sihombing mengatakan, dengan kasus bernilai nominal besar, ternyata pengadilan pajak belum direformasi. ”Salinan putusan saja bisa menunggu 30 hari. Bandingkan dengan di Mahkamah Konstitusi yang langsung didapat hari itu juga,” ujarnya.

Uli mendesak adanya transparansi dalam pengadilan pajak. Menurut Uli, pengadilan pajak dapat menjadi salah satu instrumen terpenting peningkatan penerimaan negara selain pemerintah harus mendata ulang wajib pajak. ”Kami juga mendesak pengadilan pajak dan dirjen pajak untuk menjalankan penegakan hukum kasus-kasus banding dari perusahaan lain yang tidak punya itikad baik,” ujar Uli.

Dalam kesempatan yang sama, penulis buku Saksi Kunci, Metta Dharmasaputra, mengingatkan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, untuk mewaspadai Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

”Peluang tindak pidana pajak antarnegara menjadi terbuka. Persoalannya, apakah kita mampu mendeteksi persoalan pajak antarnegara,” ujar Metta.

Metta mendorong Ditjen Pajak bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk meredam potensi tindak pidana pajak antarnegara.

Penanganan kasus pajak perusahaan tersebut, kata Metta, juga dapat menjadi pintu masuk pemerintah membenahi banyak hal terkait korporasi. ”Di Indonesia saja tidak ada ketentuan untuk membuka beneficial owner (pemilik sebenarnya penghasilan). Tidak heran jika ada kasus hukum, yang tersentuh hanya level manajer,” kata Metta.

Metta menambahkan, Pemerintah Inggris mau menerapkan ketentuan baru untuk membuka siapa penikmat penghasilan sesungguhnya dari perusahaan yang dicurigai melanggar pajak. Menurut Metta, data tersebut bisa diakses publik di Inggris.

Metta mengatakan, saran ini disampaikan tanpa pernah ada niat memusuhi wajib pajak atau perusahaan tertentu. ”Tetapi, yang benar penghargaan dan hukum harus jelas,” kata Metta.
Badan independen

Prastowo menyarankan Ditjen Pajak menjadi badan independen terpisah dari Kementerian Keuangan. ”Tetapi, harus ada perekrutan ulang (pegawai) di badan tersebut,” ujarnya.

Menurut Prastowo, seleksi ulang akan memastikan perekrutan pegawai badan pajak yang berintegritas. ”Anak-anak bangsa terbaik dapat masuk ke dalam badan pajak,” ujarnya. (RYO)
 

Sumber: Kompas, 10 November 2014

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan