Pengadaan Rapor Dicurigai Ada KKN

Tidak ditenderkannya projek pengadaan rapor senilai Rp 3,2 miliar untuk kelas I berbagai jenjang sekolah se-Jawa Barat, disesalkan DPRD Jabar. Dewan mencurigai, di balik itu ada tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dikdas) Jawa Barat Dadang Dally, menyampaikan alasan, pengadaan rapor mulai TK sampai SLTA tanpa tender sudah disetujui gubernur. Selain waktunya mepet, juga barang tersebut terbilang khusus karena ada sistem pengamanan yang tidak bisa dibuat semua percetakan.

Anggota Komisi E DPRD Jabar Rachmat Sulaeman menegaskan, berdasarkan aturan yang berlaku yakni Keppres 80/2003, projek sebesar itu harus melalui tender. Kecuali untuk barang-barang spesifik yang tidak semua pihak bisa menyediakan, bisa melalui penunjukan langsung.

Rapor kan bukan barang spesifik. Saya yakin semua perusahaan percetakan juga bisa membuatnya, kenapa harus penunjukan langsung, kata Rachmat, Selasa (21/12).

Penyesalan Rachmat bukan hanya karena Disdik telah melanggar ketentuan, namun juga Disdik sama sekali tidak meminta persetujuan dewan. Seharusnya saat paparan evaluasi program pembangunan yang menggunakan anggaran 2004, Disdik menyampaikan soal itu. Namun, ternyata tidak sedikit pun mereka menyampaikannya, padahal projeknya juga baru kemarin, ujar Rachmat.

Penunjukan
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar Dadang Dally, yang dikonfirmasi mengakui, projek pengadaan rapor seluruh sekolah se-Jawa Barat senilai Rp 3,2 miliar dari APBD 2004 memang tidak ditenderkan. Namun, keputusan penunjukan langsung dilakukan setelah disetujui Gubernur Jabar melalui surat No. 601.21/3582/Dalprog, 22 November 2004.

Keputusan untuk penunjukan langsung tersebut, ungkap Dadang, didasari dua alasan. Alasan pertama yakni waktu yang tidak cukup untuk melaksanakan proses tender, sehingga bakal memakan waktu cukup panjang.

Kami baru mendapat surat menyangkut spesifikasi rapor dari Dirjen Dikdasmen 12 November 2004. Kalau harus melalui prosedur tender, tentu memakan waktu setidaknya 2,5 bulan. Makanya penunjukan menurut aturan dimungkinkan, ujar Dadang, didampingi Kasubdin Pendas Dadi Supriyadi dan Kabag TU Aip Rivai di ruang kerjanya, Selasa kemarin.

Alasan kedua, yakni keinginan Disdik untuk meningkatkan kualitas melalui rapor yang tidak mudah dipalsukan dengan sistem security printing. Kalau untuk rapor biasa, memang semua perusahaan mencetaknya. Namun rapor ini beda, karena memiliki sistem pengamanan spesifik dan tersembunyi. Sistem pengamannya tersembunyi seperti pada mata uang, yang hanya bisa dilihat di bawah sinar infra merah, sehingga rapor tidak mudah dipalsukan, katanya.

Menurut Dadang, untuk membuat rapor demikian, ternyata hanya bisa ditangani oleh tiga perusahaan yang direkomendasikan Badan Intelijen Negara (BIN), yakni PT Aria Multi Grafia (MGA), PT Sandipala, dan PT Indah Jaya. Keinginan kami untuk membuat rapor yang tidak mudah dipalsukan didukung oleh Departemen Pendidikan. Sedangkan soal penunjukan perusahaan percetakannya setelah melalui konsultasi dengan BIN, kata Dadang.

Harga yang ditawarkannya pun menurut Dadang cukup terjangkau. Dengan ukuran rapor 30 X 20 cm, untuk rapor TK dengan jumlah 12 halaman dihargai Rp 720,00/eksemplar, SD (44 halaman) harganya Rp 2.200,00/eksemplar, SMP (32 halaman) harganya Rp 1.600,00, SMA (52 halaman) seharga Rp 2.600,00 dan SMK (36 halaman) seharga Rp 1.800,00. Sebanyak 1,7 juta eksemplar rapor baru itu, sudah akan didistribusikan mulai 25-30 Desember ke seluruh wilayah Jabar. Nilai kontrak tersebut sudah termasuk biaya distribusi yang harus sudah selesai tanggal 30 Desember, katanya.(A-92)

Sumber: Pikiran Rakyat, 22 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan