Penebangan Liar di Papua; Gubernur dan Menhut Juga Harus Diperiksa
Dewan adat Port Numbay, Kabupaten Jayapura, dan dewan adat Mamberamo Tamie (Mamta), Kabupaten Sarmi, mendesak aparat penegak hukum memeriksa Gubernur Papua JP Solossa dan Menteri Kehutanan MS Kaban, terkait kasus penebangan liar di Papua. Jangan hanya masyarakat kecil yang menjadi korban, sedangkan para pejabat sengaja diloloskan. Izin pemanfaatan kayu masyarakat adat hadir di Papua karena kebijakan pejabat daerah.
Demikian Ketua Dewan Adat Port Numbay (Jayapura) George Adolf Awie mengatakan kepada pers di Jayapura, Senin (21/3). Penahanan Kepala Dinas Kehutanan Papua Ir Marthen Kayoi MM dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar) ML Rumadas sangat disesalkan.
Mereka menjalankan perintah atasan, yakni Gubernur Papua JP Solossa, melalui surat edaran kepada kepala dinas kehutanan provinsi dan kabupaten se-Papua tahun 2002 tentang izin pemanfaatan kayu masyarakat adat (IPKMA). Tahun 2003 Irjabar menjadi provinsi tersendiri dan meneruskan pengelolaan hutan oleh Koperasi Peran Serta Masyarakat (Kopermas) melalui IPKMA.
Pemeriksaan terhadap Menteri Kehutanan (Menhut) terkait dengan penerimaan iuran provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi dari IPKMA, khususnya menteri yang menjabat sejak tahun 2002-2004. Total dana yang masuk ke rekening Menhut sekitar Rp 45 miliar lebih. Dana ini bersumber dari IPKMA itu, yang kemudian dinilai ilegal oleh Menhut sendiri.
Dewan adat Jayapura dan Sarmi mengeluarkan 10 butir pernyataan sikap, antara lain menolak tudingan masyarakat adat melakukan penebangan liar melalui IPKMA, menuntut penegakan supremasi hukum terhadap Menhut dan Gubernur Papua serta jajarannya yang terlibat dalam praktik penebangan liar.
Secara terpisah Wakil Ketua Pansus DPR Papua tentang penebangan liar, Weynand Watory, mengatakan telah melakukan serangkaian pertemuan dengan sejumlah instansi terkait. Misalnya, LSM lingkungan hidup, pengusaha hutan, pengurus Kopermas, masyarakat adat, Kepala Polda Papua, Kejaksaan Tinggi Papua, bea cukai, dan syahbandar.
Hasil pertemuan itu akan disampaikan kepada Presiden dan Kepala Polri. Selain tim pansus, juga akan dilibatkan pemegang izin hak pengusahaan hutan di Papua dan sejumlah tokoh adat, kata Watory.
Kejati Maluku
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku memeriksa Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku beserta dua pengusaha pemegang hak pengelolaan hutan (HPH) terkait tunggakan dana provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi. Jumlah tunggakan perusahaan pemegang HPH yang beroperasi di Maluku lebih dari Rp 60 miliar. Sebagian besar kasus tunggakan tersebut telah dilimpahkan ke Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Ambon dan Kejati Maluku.
Asisten Intelijen Kejati Maluku TB Adolf di Ambon mengatakan hal ini. Mereka yang diperiksa adalah Kepala Dinas Kehutanan Maluku Efendy Bahalwan dan dua pengusaha pemegang HPH berasal dari PT Gema Hutan Lestari dan PD Panca Karya. Selain itu, 10 pengusaha pemegang HPH lainnya akan segera diperiksa.
Adolf menegaskan, pemeriksaan itu baru sebatas permasalahan tunggakan, belum menyentuh pada permasalahan penebangan hutan secara liar di Maluku. Nilai kerugian negara akibat tunggakan itu belum dapat dipastikan. (KOR/MZW)
Sumber: Kompas, 22 Maret 2005