Penebangan Liar, 4 Perwira Diperiksa; Gubernur dan Menhut Saling Lempar Tanggung Jawab

Empat perwira menengah (pamen) Kepolisian Negara RI (Polri) yang bertugas di wilayah Kepolisian Daerah (Polda) Papua, kini dalam penyelidikan intensif terkait dugaan keterlibatan mereka dalam sejumlah kasus penebangan liar (illegal logging) di Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat (Irjabar). Dalam penyelidikan ini, polisi bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), guna menelusuri aliran dana yang masuk ke rekening pribadi mereka.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Aryanto Boedihardjo di Jakarta, Rabu (23/3) menyatakan, para polisi itu diduga menjadi beking penebangan liar. Kalau berbicara beking, harus bisa tahu apa bentuk bekingnya. Apakah memberi peluang, atau mengamankan supaya illegal logging itu lancar, atau menerima hadiah. Informasi yang diterima adalah, mereka pernah menerima hadiah atau uang, katanya, di Markas Besar Polri.

Untuk membuktikannya, harus ada saksi-saksi yang membenarkan kejadian itu. Berapa orang saksi yang harus disiapkan untuk pembuktian ini. Inilah yang sedang diselidiki dan dilakukan pemeriksaan awal ke arah sana, tambah Aryanto lagi.

Berdasarkan catatan Kompas, keempat pamen di lingkungan Polda Papua yang sedang diperiksa, adalah Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu Komisaris Marthen Renau, Direktur Intelijen dan Keamanan Komisaris Besar Slamet Sopandi, Kepala Kepolisian Resor Manokwari Ajun Komisaris Besar Dedi Kusnadi, dan Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar M Situmorang.

Saat ditanya mengenai banyaknya warga Papua yang menyatakan bahwa keempat polisi itu terlibat, Aryanto mengungkapkan, itu baru keterangan dari mulut ke mulut, belum bisa menjadi keterangan saksi. Ia balik mempertanyakan, siapa di antara warga yang mau menjadi saksi polisi.

Kan seharusnya warga melapor kepada polisi, kalau dia yakin bahwa oknum polisi ini menerima uang. Kalau yang berkembang sekarang ini, kan hanya informasi yang lalu menjadi rumor, opini, tambah Aryanto lagi.

Salah satu yang menjadi bahan penyelidikan polisi, lanjut Aryanto, adalah penelusuran atas rekening para polisi tersebut. Ada tidak terima uang yang dari cukong. Sekarang sedang dilakukan, ujarnya.

Ketua PPATK, Yunus Husein mengungkapkan, pihaknya memang bekerja sama dengan Polri sehubungan dengan penyelidikan kasus penebangan liar, khususnya mengenai aliran dana ke rekening-rekening tertentu.

Saat disinggung mengenai hasil sementara atas penyelidikan itu, Yunus menjelaskan, ada nama beberapa perseroan terbatas (PT) yang muncul. Namun, belum dapat dipastikan apakah PT-PT tersebut benar-benar terlibat dalam kegiatan illegal logging.

Dedi Kusnadi, ketika dimintai konfirmasinya mengatakan, hingga Rabu malam, ia belum diperiksa. Ia justru mempertanyakan, jika memang akan ada pemeriksaan, itu akan terkait penyelidikan kasus apa. Saya memang pernah disebut-sebut terlibat di media, kalau terindikasi menggelapkan kayu sebanyak 609 batang. Padahal tujuan saya menarik kapal yang memuat kayu itu adalah untuk mengamankan kayu agar mudah dipantau. Sekarang kayu berada sekitar 50 meter dari Markas Polres Manokwari, ujarnya.

Saling lempar
Sementara itu, Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban dan Gubernur Papua JP Salossa saling lempar tangung jawab terkait dengan proses hukum atas kasus penebangan liar di Papua.

Di Papua, sebenarnya banyak sekali izin-izin yang dikeluarkan tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh Undang Undang Nomor 41 dan Peraturan Pemerintah Nomor 34. Rupanya di Papua, gubernur menafsirkan Undang Undang Otonomi Khusus lalu membuat surat edaran dan kemudian menerbitkan IPKMA. Ada perbedaan pandangan antara Departemen Kehutanan dan Gubernur Papua, ujar Kaban dalam jumpa pers seusai menghadap Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.

Mengenai ketidaksesuaian IPKMA dengan UU No 41 dan PP No 34, Kaban mengemukakan, Salossa telah tiga kali dikirimi surat oleh Menteri Kehutanan M Prakoso agar pemberian IPKMA dihentikan. Tetapi kelihatannya hal itu belum mendapat tanggapan. Setelah ada instruksi presiden operasi illegal logging, selaku Menteri Kehutanan saya menyetop dan menyatakan bahwa IPKMA tidak sah karena tidak sesua dengan aturan perundang-undangan, ujarnya.

Sehari sebelumnya, Sallosa juga menghadap Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menyampaikan unek-ueneknya terkait dengan Operasi Hutan Lestari II di Papua. Salossa merasa, pelaksanaan insturksi presiden untuk memberantas penebangan liar di Papua tidak sesuai dengan kemauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti dipahaminya.

Ketika IPKMA dipersalahkan oleh Menteri Kehutanan, Salossa menyebut bahwa atas izin yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Provinsi Papua itu telah ditransfer uang sebesar Rp 54 miliar sejak tahun 2002-2004 ke rekening atas nama Menteri Kehutanan. Ada aturannya dari Departemen Kehutanan untuk mereka yang dapat izin membayar sejumlah uang. Untuk satu izin, jumlah uang yang ditransfer antara satu dan dua miliar rupiah, ujar Salossa, Selasa lalu.

Mengenai rekening atas nama Menteri Kehutanan, Kaban mengemukakan bahwa rekening itu merupakan rekening terbuka untuk diadministrasi di Departemen Kehutanan untuk kemudian masuk ke Departemen Kauangan menjadi kas negara. Atas dana di rekening itu, Menteri Kehutanan tidak bisa mengeluarkannya karena tidak ada mekanismenya. Itu semua masuk ke kas negara. Jangan dianggap kalau dana itu sudah masuk ke kas negara penebangan itu menjadi legal, ujar Kaban.

Kaban mengaku tidak tahu menahu mengenai jumlah IPKMA yang telah dikeluarkan karena Salossa tidak pernah memberikan laporan. Boleh dicek Pak Salossa, pernah tidak lapor kepada Menteri Kehutanan berapa izin yang dikeluarkan. Ini perlu supaya jangan hanya menterinya saja yang disalahkan, ujarnya.

Terkait dengan operasi itu, Kaban mengakui sejumlah pihak sudah berusaha menghubunginya untuk mengajak berdamai dengan tawaran sejumlah uang. Saya sudah didekati. Semua jurus dipakai. Tetapi belum ada yang tembus. Tawarannya ada yang hitungannya dollar per meter kubik kayu, ujar Kaban.

Cukong dan pejabat
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Irian Jaya Barat, Marten Luther Rumadas yang kini ditahan di Sorong mengungkapkan, pemberantasan penebangan liar di wilayah Papua dan Irian Jaya Barat sebaiknya difokuskan pada penangkapan para cukong dan pejabat atau aparat keamanan yang terkait dengan kegiatan tersebut. Penangkapan dan penyitaan alat-alat berat serta barang bukti berupa kayu balok atau kayu olahan tidak begitu penting.

Kayu-kayu itu tidak akan bergerak kok. Demikian juga dengan alat-alat berat, biarkan saja. Lebih baik kejar para cukong, kata Rumadas, Rabu malam.

Menurut dia, dengan ditangkapnya para cukong nanti akan terungkap semuanya, siapa yang sesungguhnya terlibat. Para cukong itulah yang sering melakukan penyimpangan, baik melakukan penebangan secara asal maupun melakukan penggelapan kayu dengan cara membelokkan pelayaran hingga ke China dan negara-negara lain.

Mengenai penggelapan ini, yang lebih tahu itu TNI AL, Polri, Bea Cukai, Syahbandar dan Imigrasi. Mereka yang tahu kapal di bawa berbelok ke mana. Kalau saya, kewenangan saya sudah diatur dalam surat edaran Gubernur Papua yang berlanjut ke Gubernur Irjabar, jelas Rumadas.

Rumadas mengungkapkan, antara para cukong dengan pejabat yang disebutkan di atas tidak mungkin tidak ada kesepakatan-kesepakatan.

Menanggapi beberapa pernyataan Menteri Kehutanan yang banyak menyudutkan Pemerintah Daerah, Rumadas mengungkapkan bahwa bila Menteri Kehutanan memiliki etika seharusnya dia memanggil Gubernur dan Kepala Dinas papua dan Irjabar. Jangan malah berteriak-teriak kepada orang lain.

Apalagi Dephut juga menerima uang dari PSDH dan DR (Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi - red). Di mana tanggung jawab mereka. Orang kecil seperti saya ini memang selalu menjadi korban, katanya. (MAS/ADP/inu)

Sumber: Kompas, 24 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan