Penebangan Ilegal Dirazia, Harga Kayu Naik

Operasi besar-besaran terhadap penebangan kayu ilegal yang berlangsung saat ini di Papua diduga membuat harga kayu di Jakarta naik tajam. Bahkan, masyarakat adat Papua pun kesulitan memperoleh kayu untuk membangun rumah.

Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan pada Operasi Hutan Lestari II 2005 sekarang ini intensif menelusuri keterlibatan sejumlah pejabat polisi berpangkat perwira menengah di Kepolisian Daerah (Polda) Papua, yang diduga kuat terlibat membeking penebangan kayu ilegal serta jalur transportasi kayu.

Dalam kaitan itu, salah seorang perwira menengah polisi diusulkan diberhentikan oleh anggota Satgas Pengamanan karena perbuatannya dapat memperburuk citra Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kepala Pelaksanaan Operasi Hutan Lestari II 2005 Komisaris Jenderal Ismerda Lebang belum bersedia membicarakan masalah keterlibatan sejumlah anggota polisi terkait. Namun, ia mengakui, dalam waktu dua bulan masa operasi penebangan kayu ilegal di Papua, pihaknya melakukan penyelidikan ke arah sana.

Jangan terburu-buru membicarakan masalah itu. Operasi kami kan dua bulan, masih banyak waktu, kata Lebang, Minggu (13/3).

Hingga saat ini ada empat perwira polisi yang namanya sering disebut-sebut oleh Satgas Pengamanan terkait dengan kasus penebangan kayu ilegal. Satu perwira diduga sudah berada dalam jaringan penebangan kayu ilegal.

Dari empat pejabat tersebut, tiga dari Polda Papua dan satu perwira lagi dari Kepolisian Resor Manokwari, Irian Jaya Barat (Irjabar).

Harga meningkat
Menurut pemantauan, harga berbagai jenis kayu di Jakarta sekarang ini melonjak tajam.

Agus, pemilik Toko Besi Dua Sekawan di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengatakan, harga satu meter kubik kayu samarinda oven yang sebelumnya masih Rp 2,2 juta sekarang menjadi Rp 3,8 juta. Harga kayu kamper naik dari Rp 1,7 juta menjadi Rp 2,1 juta per meter kubik, sedangkan harga kayu meranti dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,75 juta per meter kubik.

Selain harga yang melonjak tajam, pasokan kayu-kayu itu belakangan ini juga berkurang. Untuk mendapat kayu, sekarang kadang harus antre sekitar dua hari. Padahal, dulu begitu ingin membeli, barang langsung dapat, ujar Agus.

Informasi dari pemasok, hal itu terjadi karena ada operasi penebangan kayu ilegal sehingga hanya kayu yang mempunyai surat resmi saja yang dapat dibawa ke luar, kata Agus saat ditanya mengapa harga kayu naik dan kayu sulit didapatkan belakangan ini.

Pengawasan yang ketat, ujar Agus, sekarang juga terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, tempat bersandarnya perahu-perahu pembawa kayu tersebut. Dulu untuk mengeluarkan empat kubik kayu, misalnya, hanya butuh surat untuk dua kubik. Sekarang semua kayu harus punya surat lengkap. Padahal, semakin banyak surat, semakin banyak uang yang harus dikeluarkan untuk mengurusnya, ucap Agus.

Kenaikan harga kayu ini membuat harga kusen turut naik. Harga satu lembar pintu naik dari Rp 200.000 jadi Rp 250.000. Pembeli memang banyak yang protes. Padahal, kenaikan harga itu sebenarnya masih di bawah yang seharusnya, kata Sutimin, pengusaha kusen Hendri Jaya di Kemandoran, Jakarta Selatan.

Menurut Sutimin, harga kusen sekarang seharusnya sekitar Rp 300.000.

Jangan korbankan rakyat
Koordinator Program Keberdayaan Masyarakat Papua Zadrak Wamebu di Jayapura, Minggu, mengatakan, penyelesaian masalah penebangan kayu ilegal di Papua hendaknya jangan sampai mengorbankan masyarakat kecil. Masyarakat Papua sudah miskin dan tertindas, jangan lagi ditindas dengan alasan penebangan kayu ilegal. Mereka mengelola hutan di areal hak ulayat mereka untuk meningkatkan kesejahteraan.

Penanganan penebangan kayu ilegal (illegal logging) oleh Tim Terpadu Hutan Lestari II di Sorong dalam beberapa hari terakhir ini dinilai tidak hanya merugikan para pengusaha hutan, tetapi juga masyarakat adat Papua.

Apa pun alasannya, masyarakat tidak boleh dikorbankan. Mengapa ketika masyarakat mengelola hutan sendiri, kasus illegal logging dipersoalkan, padahal sebelumnya tidak pernah disentuh sama sekali. Apakah salah kalau masyarakat menebang hutan di areal hak ulayat mereka demi kesejahteraan hidup mereka? kata Wamebu.

Daniel Gerden, pengusaha industri kayu lokal Papua, menambahkan, saat ini seluruh kios kayu dan tempat usaha yang menjual kayu menghentikan kegiatannya. Padahal, masyarakat Papua sangat butuh kayu untuk membangun rumah dan perabot rumah tangga.

Penggergajian (sawmill) yang mempekerjakan sekitar 5.000 orang di seluruh Papua pun secara perlahan-lahan mengurangi produksi, bahkan beberapa perusahaan telah mengurangi pekerja. Alasannya, bahan baku kayu gelondongan tidak ada setelah terjadi penggerebekan dan penangkapan terhadap sejumlah pengusaha hutan di Papua.

Semua kayu bulat yang ditemukan di wilayah Papua diberi garis polisi (police line) dan dinyatakan sebagai kayu ilegal. Sejumlah warga dan pengurus koperasi peran serta masyarakat (kopermas) ditangkap dan dinyatakan sebagai tersangka, bersama Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Marthen Kayoi dan Kepala Dinas Kehutanan Irjabar Mathen Rumadas. Beberapa pemimpin PT Wapoga yang mengelola hutan di Mamberamo, Sarmi, dan Waropen juga ditahan di Polda Papua sebagai tersangka.

Anggota Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat yang menangani kasus penebangan kayu ilegal, Weynand Watory, menyatakan sedang melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak terkait.

Menurut Watory, puluhan ribu meter kubik kayu bulat yang tertumpuk di sejumlah wilayah di Papua harus segera ditangani agar kayu itu tidak rusak dan masyarakat tidak dirugikan. Harus ada kebijakan untuk menyelamatkan kayu bulat bernilai ratusan miliar rupiah, yang kini masih tertumpuk di sejumlah wilayah di Papua.

Ke depan, ujar Watory, masyarakat adat harus diberi peran dan kewenangan lebih besar dalam menentukan kebijakan penanganan penebangan kayu ilegal. Masyarakat adat di Papua, katanya, memiliki kearifan budaya lokal untuk menjaga dan melestarikan hutan.

Tetap marak
Meski dua pekan terakhir terjadi ketegangan antara Indonesia dan Malaysia terkait dengan batas perairan laut di blok Ambalat, Laut Sulawesi, kegiatan penyelundupan kayu hasil tebangan liar dari Kalimantan Barat ke Malaysia tetap marak. Aktivitas pengiriman kayu ini terutama terjadi di Kabupaten Kapuas Hulu (ke Sabah). Pengangkutan kayu oleh puluhan truk biasanya berlangsung pada malam hari.

Pemantauan sepanjang hari Jumat lalu hingga Minggu menunjukkan, ratusan meter kubik kayu diangkut dari beberapa titik pengumpulan kayu di sepanjang jalan Putussibau- Nanga Badau, sepanjang lebih dari 100 kilometer. Daerah yang cukup ramai penumpukan kayu di antaranya di Sungai Ulu. Di daerah ini terdapat sejumlah pemondokan pekerja kayu.

Penebang kayu leluasa membabat hutan karena sejumlah warga setempat menjual kawasan hutan di daerah tersebut dengan cara kaplingan. Kayu gelondongan yang mereka tebang di hutan itu dijual sekitar 200.000 per meter kubik. Kayu tersebut sudah dipesan oleh para pengusaha pengumpul untuk selanjutnya dijual kepada cukong kayu dari Sarawak di perbatasan Nanga Badau-Lubok Antu (Sarawak).

Selain berlangsung di jalan Putussibau-Nanga Badau, Kompas juga melihat kegiatan penebangan kayu di Sungai Sibau dan Sungai Mendalam, Kabupaten Kapuas Hulu.

Bupati Kapuas Hulu Abang Tambul Husin mengakui, aktivitas penebangan kayu ilegal di daerahnya masih berlangsung. Masalah ini memang sangat kompleks karena masyarakat di kabupaten yang luasnya 29.847 kilometer persegi itu bergantung pada sumber daya alam hutan. (mas/kor/ful/nwo)

Sumber: Kompas, 14 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan