Pendidikan Nasionalisme dari Kwik [19/07/04]

Seperti diberitakan banyak media, termasuk koran ini, Ketua DPP PDIP Kwik Kian Gie kembali melontarkan tudingan, ada pihak asing yang terlalu mencampuri urusan pemilu presiden dan wakil presiden di Indonesia. Bahkan, menteri negara perencanaan pembangunan nasional/ketua Bappenas tersebut terang-terangan menyebut nama Guru Besar Ilmu Politik Ohio State University, Amerika Serikat, R. William Liddle, serta mantan Presiden AS Jimmy Carter sebagai pihak yang campur tangan.

Kesan campur tangan berlebihan dari orang asing tersebut bisa dilihat pada dominasi pengumuman hasil pemilu oleh National Democratic Institute (NDI) dari AS yang bekerja sama dengan LP3ES. Pengumuman hasil quick count juga lebih banyak didominasi Liddle, bukan pengamat dari dalam negeri seperti LP3ES atau Lembaga Survei Indonesia (LSI). Bahkan, yang mengecewakan, pengamat Indonesia hanya sebagai asisten bagi Liddle (koran ini, 9 Juli).

Pernyataan Kwik mendapat tanggapan luas. Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin menegaskan, KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu mengemban amanat untuk menjaga independensi, kemandirian, dan profesionalitas. Karena itu, KPU bersikap keras terhadap NDI selaku lembaga pemantau terakreditasi yang dinilai melanggar ketentuan. Sebab, lembaga tersebut melaporkan quick count (penghitungan cepat)-nya secara terbuka sebelum menyampaikannya kepada KPU.

Dalam jumpa pers di Jakarta, pemantau-pemantau pemilu membantah telah mengintervensi pelaksanaan pemilu presiden. Salah satu lembaga pemantau asing, Asia Network for Free Elections (Anfrel), membantah telah mengintervensi pelaksanaan pemilu presiden di Indonesia.

Direktur Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Muhammad Qodari, menyatakan, hasil survei yang dilakukan lembaga asing atau pendapat yang dilontarkan pengamat asing belum tentu mempengaruhi pemilih dalam memberikan suaranya pada pemilihan presiden. Direktur Riset Freedom Institute Saiful Mujani dan Kepala Divisi Penelitian Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Muhammad Husain juga membantah Kwik soal intervensi asing dalam pemilu presiden.

Liddle sendiri mengaku bingung dengan pernyataan Kwik yang menyebut dirinya sebagai salah satu pihak asing yang ikut campur dalam pemilihan presiden lalu.

Reaksi-reaksi terhadap pernyataan Kwik itu memang bisa dimengerti dan dihargai sebagai bagian dari HAM dan ekspresi mereka dalam berdemokrasi.

Tetapi, rasanya ada satu hal yang tak diungkapkan media massa kita tentang konteks ucapan Kwik yang mengundang reaksi tersebut. Menurut hemat penulis yang sejak 1987 mengamati dari dekat ucapan-ucapan Kwik yang sering dinilai kontroversial (baik oleh lingkungan Kwik sendiri di lingkup PDIP maupun sebagai anggota kabinet), pernyataan Kwik harus dilihat dalam konteks Kwik sebagai seorang nasionalis.

Meski Kwik berdarah Tionghoa, tetapi jika menyangkut komitmen nasionalisme dan patriotisme, semua orang baik lawan atau kawan politiknya mengakui dan tidak meragukan hal tersebut. Dalam jiwa Kwik, yang dimaksud dengan nasionalisme atau patriotisme tentu saja adalah demi negeri ini, bukan negeri lain.

Tidak heran jika spirit cinta bangsa dan tanah air seperti dimiliki Kwik sering dijadikan inspirasi bagi mayoritas 18 juta warga Tionghoa di negeri ini. Nasionalisme seperti dimiliki Kwik menjadi ungkapan nyata dan wajar sebagai anak bangsa ini. Jadi, nasionalisme jangan dimaknai secara sempit hanya sebagai ideologi.

Mengapa, itu perlu dikemukakan? Sebab, seperti ditulis Daniel Bell dalam The End of Ideology, nasionalisme sebagai ideologi kini telah berakhir atau setidaknya telah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan