Pendidikan Gratis; Sebagian Besar Tetapkan Iuran
Program pendidikan gratis tidak akan berlaku di seluruh sekolah. Namun, sebagian besar sekolah akan menetapkan iuran bulanan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Kamaluddin, Kepala Sub Dinas Standardisasi dan Pengembangan Pendidikan pada Dinas Pendidikan Nasional DKI Jakarta, sebagian besar sekolah, terutama yang di perkotaan, umumnya menerapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) di atas dana biaya operasional sekolah (BOS) yang diberikan Depdiknas.
Kami mengestimasi hanya sebagian SD di Jakarta yang dapat membebaskan biaya pendidikan siswanya. Jumlah SMP yang bebas iuran pun akan lebih sedikit, kata Kamaluddin kepada Media di Jakarta, kemarin.
Kendati belum memiliki data pasti, ia memastikan program pendidikan gratis tidak dapat diterapkan di semua sekolah. Pasalnya, sesuai ketentuan Depdiknas, sekolah yang pada tahun sebelumnya menetapkan APBS di atas nilai BOS yang diberikan, tetap diperbolehkan memungut biaya dari murid.
BOS yang diberikan pada tingkat SD Rp20.000 per siswa per bulan. Untuk SMP Rp27.500 per siswa per bulan. Dana untuk enam bulan pertama akan dicairkan pada Agustus ke rekening bank milik sekolah.
Secara realistis, hanya sebagian SD yang biaya operasionalnya di bawah Rp20.000 per siswa. Lebih sedikit lagi SMP yang APBS-nya di bawah Rp27.500. Apalagi di Jakarta yang biaya operasionalnya lebih mahal dibandingkan daerah. Sehingga program ini lebih tepat disebut program pendidikan gratis sebagian atau terbatas, bukan gratis total.
Sementara itu, Kepala SMP 9 Machrup mengaku cukup terbantu dengan dana BOS. Namun, ia menilai idealnya program sekolah gratis tidak diberlakukan sama rata.
Tanpa ujian
Dari Kediri, Jawa Timur, dilaporkan sejumlah SMAN memasukkan siswa baru tanpa melewati ujian penerimaan siswa baru (PSB). Padahal jumlah pagu untuk setiap sekolah serta setiap kelas yakni 36 siswa sudah ditetapkan.
Jumlah siswa 'siluman' yang diduga kuat merupakan titipan dari para pejabat dan pengusaha di Kediri ini jumlahnya mencapai ratusan siswa. Data dari lapangan menunjukkan ada tiga SMAN yang diketahui menerima siswa baru di luar jalur resmi hingga melampaui kuota yang ditetapkan Dinas Pendidikan setempat.
Di SMAN 1 Kota Kediri, misalnya, terdapat 59 siswa non-PSB dari total penerimaan resmi yang hanya 324 siswa. Tambahan 59 siswa ini diketahui dari jumlah siswa baru yang mengikuti masa orientasi siswa (MOS) ada 383 orang. Sementara itu, di SMA 7 Kota Kediri terdapat tambahan 41 orang dari total pagu yang hanya 324 orang. Hingga saat ini jumlah total siswa barunya 376 orang.
Hal serupa juga terjadi di SMAN 5 Kota Kediri. Dari total pagu 288 orang ditambah dua siswa baru. Yang menarik saat mengikuti MOS, jumlahnya membengkak menjadi 299 siswa.
Kepala SMAN I Kota Kediri Sujarwoto mengakui adanya penambahan siswa di luar pagu dan PSB itu yang jumlahnya sekitar 40-an siswa. Ya bagaimana lagi, ini sudah sistem yang ditetapkan Dinas Pendidikan, katanya.
Di tempat terpisah, Kepala SMAN 5 Kota Kediri Herlinarti menolak dikatakan tambahan siswa baru karena titipan pejabat. Namun, katanya, ini terjadi karena kesalahan teknis saat PSB yakni terdapat empat anak yang NUN terendahnya sama yakni 23 dan 22 saat mendaftar formulir hanya mengisi pilihan ke-2 yakni SMAN 5. Sedangkan pilihan ke satu tidak diisi.
Wakil Kepala SMA 2 Kediri Bambang Sutiarso juga mengakui ada tambahan siswa di luar PSB atas kebijakan Dinas Pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri Makki Ali pun mengakui ada tambahan ratusan siswa baru tanpa PSB. Tambahan terbanyak, kata dia, berasal dari atlet pelajar berprestasi dan siswa yang punya NUN terendah sama mencapai 70 orang. Namun, saat dikonfirmasi ke SMAN 1 Kota Kediri, ternyata belum ada satu pun siswa atlet berprestasi yang diterima di SMAN tersebut tanpa PSB. (Zat/AU/ES/H-5)
Sumber: Media Indonesia, 22 Juli 2005